Pangsa baterai LFP dalam penjualan EV di Eropa dan AS tetap di bawah 10%, dengan kimia nikel tinggi masih paling umum di pasar ini. Meningkatnya permintaan baterai EV merupakan kontributor terbesar terhadap peningkatan permintaan logam penting seperti litium.
Permintaan baterai untuk litium mencapai sekitar 140 kiloton (kt) pada 2023, 85% dari total permintaan litium dan naik lebih dari 30% dibandingkan dengan 2022; untuk kobalt, permintaan baterai naik 15% menjadi 150 kt atau 70% dari total.
Pada tingkat yang lebih rendah, pertumbuhan permintaan baterai berkontribusi terhadap peningkatan total permintaan nikel, yang mencakup lebih dari 10% dari total permintaan nikel. Permintaan baterai untuk nikel mencapai hampir 370 kt pada 2023, naik hampir 30% dibandingkan dengan 2022.
Produksi Smelter
Kedua, kata Fabby, sebanyak 85% produksi nikel Indonesia merupakan hasil dari pabrik pemurnian atau smelter berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) yang digunakan untuk baja nirkarat atau stainless steel.
Kementerian Perindustrian mencatat sampai dengan Maret 2024, Indonesia memiliki total 44 smelter nikel yang beroperasi di bawah binaan Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE). Lokasi terbanyak berada di Maluku Utara dengan kapasitas produksi 6,25 juta ton per tahun.
Dalam sebuah kesempatan, Kemenperin melaporkan terdapat empat perusahaan yang telah mengembangkan smelter HPAL, di mana 3 sudah beroperasi dan 1 masih tahap feasibility study, dengan kapasitas produksi mixed hydroxide precipitate (MHP) atau bahan baku baterai sebesar 1,03 juta ton/tahun.
Sebanyak 3 smelter HPAL yang telah beroperasi adalah yakni PT Huayue Nickel Cobalt dengan kapasitas MHP 400.000 ton/tahun; PT QMB New Energy Material dengan kapasitas MHP 150.000 ton/tahun; dan PT Halmahera Persada Lygend dengan kapasitas produksi MHP 365.000 ton/tahun.
Sementara itu, 1 smelter yang masih dalam tahap feasibility study adalah PT Kolaka Nickel Indonesia dengan kapasitas produksi 120.000 ton/tahun.
Pasar kendaraan listrik di China menawarkan tantangan sementara untuk beralih ke baterai tanpa nikel atau kobalt. Selama bertahun-tahun, produsen baterai dan mobil telah beralih dari baterai yang mengandung nikel untuk memangkas biaya dan mengurangi risiko pasokan.
Namun, kini ada minat yang meningkat terhadap jenis baterai nikel yang lebih murah karena mengandung lebih sedikit logam, tapi tetap mempertahankan kepadatan energi dan jarak tempuh yang tinggi.
Amperex Technology Co, yang merupakan produsen baterai terkemuka di dunia, termasuk di antara produsen yang memasok apa yang dikenal sebagai baterai "nikel menengah, tegangan tinggi". Perubahan teknologi, penurunan harga yang dramatis untuk bahan baterai, dan pergeseran preferensi konsumen telah mendorong format ini.
"Tampaknya ini merupakan permainan strategis untuk mempertahankan NMC agar tetap hidup lebih lama dan menawarkan produk yang berbeda, baik untuk pasar domestik maupun ekspor," ujar Aaron Wade, kepala biaya baterai di CRU Group, dikutip Bloomberg.
(dov/wdh)