“Jawa—Bali itu kan overcapacity masih ada 4 gigawatt, jadi beberapa pembangkit pada dua sampai tiga tahun diupayakan agak mundur COD nya supaya tidak bertumpuk ToP,” ujar Jisman saat konferensi pers awal tahun ini.
Jisman mengatakan, oversupply terjadi imbas asumsi pertumbuhan ekonomi pada rentang 7% hingga 8% dalam megaproyek 35.000 megawatt (MW) yang tidak tercapai imbas pandemi Covid-19.
“Sekarang pertumbuhan listrik di angka 5% sampai 6%, jadi overcapacity ini bisa teratasi pada 2 sampai 3 tahun ke depan,” ujarnya.
Emisi Co-firing
Pada perkembangan lain, Bhima mengatakan rencana penggunaan 60% amonia hijau sebagai bahan bakar pengganti batu bara (co-firing) di PLTU Jawa 9 dan 10 juga bisa memicu pemanasan global.
Meskipun amonia tidak menghasilkan CO2, kata Bhima, tetapi terdapat nitrogen oksida (N2O) yang lebih berbahaya dan memicu pemanasan global.
“Kenapa? Karena waktu proses pembuatan amonia, itu membutuhkan energi yang sangat besar. Jadi artinya dia sangat energi intensif bahkan untuk pembentukan amonianya, apalagi kemudian dicampur co-firing,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Coal Advocacy Manager Celios Wishnu Try Utomo juga menyoroti sumber untuk mendapatkan amonia hijau sebagai cofiring PLTU tersebut.
Sebab, Wishnu mengutip data International Renewable Energy Agency (IRENA) yang melaporkan hanya terdapat 0,01% amonia hijau dari total 175 juta ton yang diproduksi per tahun di seluruh dunia. Sementara itu, sisanya diproduksi menggunakan batu bara yakni amonia cokelat dan gas yakni amonia abu-abu.
“Amonia hijau juga lebih banyak membutuhkan energi saat pembuatan daripada yang dihasilkannya,” ujar Wishnu.
Selain itu, Wishnu menilai penggunaan amonia hijau tidak layak secara finansial karena membutuhkan infrastruktur tambahan berupa tangki penyimpanan dan pembakaran yang harus ditingkatkan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengungkapkan progres dari PLTU Jawa 9 dan 10 yang berada di kawasan Suralaya, Cilegon, Banten, saat ini mencapai 99,14% dan dalam persiapan commissioning.
“PLTU Jawa 9 dan 10 [dengan kapasitas] 2x1.000 megawatt [MW] merupakan Proyek Strategis Nasional [PSN] yang tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL] PT PLN [Persero] 2021—2030 dengan target commercial operation date [COD] pada 2024 dan 2025,” ujar Jisman kepada Bloomberg Technoz, dikutip Jumat (13/9/2024).
Jisman mengatakan PLTU Jawa 9 dan 10 menggunakan teknologi ultra super critical (USC) buatan Korea Selatan sehingga diklaim lebih efisien dan rendah emisi karbon.
Selain itu, PLTU Jawa 9 dan 10 juga menggunakan teknologi flue gas desulfurization (FGD) untuk menurunkan emisi sulfur oksida (SOx), penggunaan electric static precipitator untuk menurunkan emisi partikulat dan penggunaan selective catalytic reduction untuk menurunkan emisi nitrogen oksida (NOx).
Dilansir melalui situs resmi PT PLN (Persero), perseroan bersiap menerapkan pemanfaatan 60% amonia hijau sebagai bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Jawa 9 dan 10 yang berada di Suralaya, Cilegon, Banten.
(dov/wdh)