Tekanan kembali terungkit dengan adanya aksi investor global yang tengah melakukan konsolidasi untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) pada Mei nanti.
Hal ini tercermin dari risalah The Fed yang menyatakan akan terus memperpanjang serial kenaikan suku bunga pada pertemuan berikutnya, mengabaikan peringatan akan adanya risiko resesi tahun ini.
Dalam risalah rapat The Fed, juga terdapat komentar terkait perkembangan terakhir sektor perbankan yang mungkin memicu kondisi kredit lebih ketat bagi rumah tangga dan bisnis. Hal tersebut membebani laju aktivitas ekonomi, rekrutmen tenaga kerja, dan inflasi.
Adapun inflasi AS pada Maret 2023 melandai ke level 5% dibanding periode sebelumnya. Akan tetapi data tersebut terlihat belum akan cukup menahan The Fed dari keputusan menaikkan bunga acuan lagi pada Mei nanti.
"Perlambatan laju inflasi tidak cukup bagi pasar untuk melihat The Fed akan memangkas suku bunga mulai musim panas ini," kata Anna Rathbun, kepala investasi di CBIZ Investment Advisory Services, seperti diwartakan Bloomberg News.
Para pelaku pasar tengah memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada pertemuan Mei mendatang. Berdasarkan survei CME FedWatch, lebih dari 80% bertaruh The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin, dan sisanya memperkirakan The Fed akan mulai menahan suku bunga acuannya.
Tekanan Domestik
Kemudian, tekanan nilai rupiah juga datang dari domestik. Pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode Maret 2023.
Tercatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2023 sebesar US$23,5 miliar. Ekspor turun 11,33% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) dan menjadi kontraksi ekspor pertama sejak Oktober 2020.
Senada, nilai impor Indonesia pada Maret 2023 sebesar US$20,59 miliar, turun 6,26% yoy. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$2,91 miliar.
Walau surplus, pencapaian ini terjadi perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$5,46 miliar. Dan merupakan surplus neraca perdagangan terkecil sejak Mei 2022.
Adapun sentimen selanjutnya ialah Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 April 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5%.
Kebijakan ini menjadikan kali ke-empat berturut-turut Bank Sentral Indonesia mempertahankan suku bunga acuan setelah mengerek bunga sebanyak 225 basis poin (bps) sejak Agustus 2022 kemarin.
(fad)