Itu dikarenakan lantaran lokasi tambang UNTR, yang seluruhnya berada di Kalimantan, yang mayoritas hauling road berada di bantaran sungai sepanjang 400 kilometer (km).
"Kalau cuaca kering, kadang-kadang sungai ini terlalu cetek jadi tongkangnya tidak bisa lewat. Maka kalau hujan, sebetulnya kami syukuri karena sungainya lancar untuk dilewati," tutur dia.
Adapun hingga Juli 2024, UNTR telah mencatat produksi batu bara mencapai 83,7 juta ton, atau naik 18% secara tahunan. UNTR mematok target produksi hingga akhir tahun mencapai 144 juta ton.
Sementara itu, total penjualan batu bara tercatat mencapai 8,5 juta ton, yang mencerminkan kenaikan 17% secara tahunan. UNTR menargetkan penjualan sepanjang tahun ini sebesar 12,9 juta ton.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli memproyeksikan fenomena cuaca La Niña bakal mengurangi produksi tambang di Indonesia sekitar 10% hingga 15% secara tahunan.
Rizal menggarisbawahi fenomena cuaca La Niña berpotensi mendatangkan curah hujan tinggi yang dapat menyebabkan banjir, terutama di jalur logistik atau pengiriman produk tambang ke pelabuhan.
Selain itu, tingginya curah hujan juga bisa menyebabkan berhentinya pengangkutan atau hauling dari tambang dan bahkan menyebabkan longsor di tambang.
“Gangguan akibat La Niña diproyeksikan terjadi pada November 2024 sampai Februari 2025. Otomatis pengaruhnya kepada produksi tambang akan terjadi pada bulan-bulan tersebut,” ujar Rizal, baru-baru ini.
(ibn/dhf)