Pada 1946, Tupperware meluncurkan produk penyimpan makanan pertama, Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler, yang segera populer di pasar Amerika pasca Perang Dunia II. Produk Tupperware dikenal aman dan ramah lingkungan, memenuhi standar FDA, EFSA, dan FS.
Di Indonesia, Tupperware sering kali disebut-sebut sebagai kesayangan ibu-ibu karena produknya yang kuat digunakan di segala kondisi.
"Bisa-bisanya Tupperware bangkrut, apa karena saking dijaganya oleh ibu-ibu sehingga jarang hilang dan jarang dibeli juga," tulis keluh kesah warganet di X dengan akun @AldhitamaR, Rabu (18/9/2024).
Sayangnya, belum lama ini, Tupperware Brands Corp akhirnya resmi mengajukan klaim kebangkrutan setelah bertahun-tahun berjuang melawan penurunan penjualan dan meningkatnya persaingan.
Tupperware mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11 di AS dan mencatat aset antara US$500 juta hingga US$1 miliar, serta kewajiban US$1 miliar hingga US$10 miliar, menurut pengajuan pengadilannya, dikutip Bloomberg.
Perusahaan peralatan dapur yang mendominasi pasar penyimpanan makanan selama beberapa dekade ini, mengajukan kebangkrutan di Delaware. Perusahaan juga berencana untuk meminta persetujuan pengadilan guna memfasilitasi penjualan bisnis dan melanjutkan operasinya selama proses kebangkrutan.
Pada Juni 2024, Tupperware mengumumkan akan menutup pabrik terakhirnya di AS dan memberhentikan 150 karyawan. Negosiasi juga dilakukan dengan kreditur untuk mengelola utang lebih dari US$700 juta telah berlangsung berbulan-bulan, tetapi bisnisnya terus memburuk.
Kompor Quantum
Sepekan terakhir, kabar mengejutkan juga datang dari Kompor Quantum. Perusahaan pembuat kompor legendaris tersebut ternyata sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat pada Juli 2024. Kondisi ini sejalan dengan adanya kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 511 pekerja pabriknya.
Berdasarkan laman resminya, PT Aditec Cakrawiyasa merupakan perusahaan yang memproduksi kompor gas, regulator, dan selang dengan merek Quantum sejak 31 tahun lalu (1993).
Direktur PT Aditec Cakrawiyasa Iwan Budi Buana, dikutip dari berbagai sumber, menuturkan perusahaan tengah berusaha mencoba untuk bertahan di tengah kesulitan yang terjadi selama beberapa tahun terakhir.
Namun, tunggakan utang yang mencapai ratusan miliar membuat perusahaan tidak bisa berbuat banyak selain dipailitkan oleh pengadilan. Adapun, perusahaan mengungkapkan penyebab pailit hingga tutupnya pabrik karena tidak mencapai target penjualan sedangkan biaya yang harus ditanggung terus naik.
(prc/wdh)