Logo Bloomberg Technoz

Sampai penutupan sesi satu, investor pasar saham cenderung lebih agresif mengantisipasi keputusan BI rate juga Federal Reserve pada Kamis dini hari. Saham-saham yang bisa mendapatkan keuntungan dari penurunan bunga acuan, seperti sektor perbankan, banyak diburu dan menggerakkan indeks.

Saham sektor asuransi dan perbankan masih melanjutkan kenaikan seperti LIFE, BBRI, dan BRIS.

IHSG memecahkan rekor baru dan pada penutupan sesi pertama perdagangan, indeks bertahan menguat di 7.835,09. Penguatan indeks saham hari ini juga mengekor sebagian bursa regional ASEAN yang juga menguat. 

Adapun rupiah bergerak di kisaran terbatas cenderung tertekan dibanding posisi penutupan kemarin. Tengah hari ini, harga dolar AS menguat ke kisaran Rp15.350/US$, mengindikasikan pelemahan nilai rupiah 0,1% jelang keputusan bunga acuan yang sangat ditunggu.

Para ekonom dan pelaku pasar sejauh ini masih terbelah dalam memperkirakan keputusan Perry Warjiyo dan kolega pada siang hari ini.

Hasil konsensus Bloomberg sampai pagi tadi masih menghasilkan prediksi 'hold', di mana BI rate diperkirakan akan kembali ditahan untuk bulan kelima beruntun di level 6,25%.

Sebanyak 26 ekonom mendukung skenario tersebut. Namun, makin banyak yang memprediksi BI rate akan dipangkas hari ini.

Sebanyak 10 ekonom dalam survei Bloomberg meyakini BI hari ini akan mendahului putusan The Fed, dengan memangkas bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6%.

Lelang Surat Utang Negara (SUN) kemarin juga memperlihatkan ekspektasi pelaku pasar yang sangat kuat bahwa BI rate akan diturunkan hari ini. Hal itu terlihat dari penurunan yield dalam lelang hingga double digit poin, mencerminkan ekspektasi yang menguat bahwa BI rate akan segera turun.

Keputusan BI rate oleh bank sentral yang pasti juga akan banyak dipengaruhi juga oleh ekspektasi terhadap keputusan The Fed pada Kamis dini hari.

Pasar global saat ini sudah price in 70% kemungkinan penurunan bunga acuan Amerika Serikat sebesar 50 bps, bila mengacu pada pergerakan opsi swap. 

"Secara historis, The Fed akan memberikan apa yang diharapkan [oleh pasar] untuk menghindari tekanan balik pasar. Dengan kata lain, penurunan FFR sebesar 50 bps pekan ini seharusnya sudah menjadi kepastian saat ini," kata tim ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, Lintang dan Jasmine dalam catatan pagi ini.

Merujuk pada kaitan antara konsensus Bloomberg sebagai proksi ekspektasi pasar dan keputusan bunga acuan The Fed maupun BI, bila dilacak selama 14 tahun terakhir, besar kemungkinan prediksi pasar tak meleset.

Temuan Bahana, lebih dari 90% keputusan bunga acuan The Fed sesuai prediksi pelaku pasar. "Hal itu menjadi bukti efisiensi dan transparansi pasar AS, bahwa apa yang dilakukan oleh The Fed bergantung pada apa yang menurut konsensus harus dilakukan," jelasnya.

Akan halnya Gubernur Perry Warjiyo, menurut analis, memiliki rekam jejak yang cenderung sering mengejutkan pasar. Selama enam tahun kepemimpinannya, pergerakan suku bunga BI rate diprediksi tepat oleh rata-rata 78% konsensus pasar. Sebagian besar karena BI perlu bertindak mendahului kurva.

Angka itu lebih kecil dibanding pendahulunya yakni Agus Martowardojo dengan ketepatan 82% dan Darmin Nasution yang mencapai 86%. "Kami memprediksi hari ini BI rate dipangkas 25 bps menjadi 6%," kata Satria.

Belum perlu turun

Di deretan ekonom yang menilai BI rate masih belum perlu dipangkas, memperingatkan tentang risiko volatilitas rupiah bila BI terlalu dini menurunkan bunga acuan.

Ekonom LPEM UI Teuku Riefky menilai, meskipun inflasi telah begitu landai, dengan nilai tukar rupiah yang terus menguat didukung oleh arus modal masuk yang kuat hingga cadangan devisa memecahkan rekor baru, BI rate sebaiknya dipertahankan siang nanti.

"Semua latar belakang itu memberikan keuntungan. Namun, BI harus mempertahankan BI rate di 6,25% kali ini. Pendekatan itu akan membantu mencegah potensi volatilitas mata uang uang dan mengelola risiko arus keluar modal secara tiba-tiba," kata Riefky dalam catatannya, pagi ini.

Senada, Strategist Mega Capital Lionel Priyadi juga menilai memangkas BI rate terlalu dini bisa memantik risiko volatilitas baru bagi rupiah yang sudah berkinerja baik sejauh ini. 

Meski kinerja neraca dagang Agustus membukukan kenaikan nilai surplus yang signifikan, akan tetapi keseluruhan kuartal III diperkirakan hanya akan membukukan surplus US$6 miliar-US$6,5 miliar.

Hitungan analis, hal tersebut mencerminkan ada potensi defisit transaksi berjalan sebesar US$4,25 miliar hingga US$4,75 miliar pada kuartal ini, atau setara 1,15-1,25% dari Produk Domestik Bruto.

Alhasil, defisit transaksi berjalan 12 bulan terakhir bisa semakin melebar ke -0,75% hingga 0,80% dari PDB, naik dibanding kuartal II lalu sebesar -0,58% dari PDB.

"Dalam pandangan kami, ancaman pelebaran defisit transaksi berjalan akan membatasi besaran penurunan BI rate pada kuartal IV nanti jadi hanya dua kali masing-masing 25 bps," kata Lionel.

(rui)

No more pages