Di tengah lonjakan kenaikan animo pasar dengan peningkatan incoming bids hingga 40%, mencapai Rp63,7 triliun, permintaan imbal hasil dalam lelang juga turun tajam mengindikasikan ada ekspektasi yang kuat terhadap penurunan BI rate pekan ini.
Untuk tenor paling favorit dalam lelang, FR0103 yang jatuh tempo 2035 nanti, permintaan yield turun ke kisaran 6,51-6,67% dibandingkan lelang sebelumnya yang masih di rentang 6,57-6,8%.
Begitu juga untuk tenor lain yang banyak diburu, yaitu FR0104 di mana yield diminta turun di kisaran 6,38-6,50%, lebih rendah dibanding sebelumnya di kisaran 6,43-6,60%.
Rata-rata yield dimenangkan dalam lelang (weighted average yield/WAY) akhirnya juga turun tajam antara 1-11 bps dibanding level WAY lelang sebelumnya.
"Penurunan rata-rata imbal hasil lelang, bahkan hingga dua digit poin untuk seri FR0103, menunjukkan ekspektasi yang sangat kuat terhadap penurunan BI rate di September ini," kata Lionel Priyadi, Macro Strategist Mega Capital yang memprediksi BI akan mempertahankan BI rate di 6,25%.
Dengan adanya keterbelahan ekspektasi antara para ekonom dengan pelaku pasar, memicu adanya risiko koreksi pasar bila pada siang nanti BI rate tak jadi turun, menurut prediksi Lionel.
"Kami perkirakan akan ada koreksi tajam di pasar dengan imbal hasil SUN-10Y akan naik ke 6,90-7,00% bila BI tidak melakukan penurunan bunga acuan hari ini," kata analis.
Koreksi di pasar surat utang bisa membawa rupiah kembali terpelanting melemah bila ekspektasi pasar tidak terpenuhi.
Belum perlu turun
Ekonom LPEM UI Teuku Riefky menilai, meskipun inflasi telah begitu landai, dengan nilai tukar rupiah yang terus menguat didukung oleh arus modal masuk yang kuat hingga cadangan devisa memecahkan rekor baru, BI rate sebaiknya dipertahankan siang nanti.
"Semua latar belakang itu memberikan keuntungan. Namun, BI harus mempertahankan BI rate di 6,25% kali ini. Pendekatan itu akan membantu mencegah potensi volatilitas mata uang uang dan mengelola risiko arus keluar modal secara tiba-tiba," kata Riefky dalam catatannya, pagi ini.
Senada, Lionel juga menilai memangkas BI rate terlalu dini bisa memantik risiko volatilitas baru bagi rupiah yang sudah berkinerja baik sejauh ini. Meski kinerja neraca dagang membaik pada Agustus, tapi potensi pelebaran defisit transaksi berjalan tahun ini masih besar.
Pelemahan ekonomi domestik
Sebanyak 10 analis dari 36 yang disurvei oleh Bloomberg memprediksi BI rate akan dipangkas 25 bps hari ini, menimbang berbagai faktor penguat.
Di antaranya adalah, kondisi ekonomi domestik yang terlihat semakin lesu dan membutuhkan pelonggaran moneter. Deflasi empat bulan terakhir menyiratkan ada masalah permintaan yang perlu dicermati.
Indeks manufaktur RI terkontraksi dua bulan beruntun. Aktivitas rekrutmen tenaga kerja melemah. Sementara angka PHK terus meningkat. Sentimen keyakinan konsumen menengah terus tergerus akibat tekanan penghasilan dan ekspektasi terhadap perbaikan ekonomi ke depan yang menurun.
Faktor lain di antaranya adalah gerak harga minyak dunia yang semakin lesu. "Minyak adalah kunci bagi prospek inflasi dan rupiah. Bagi BI, [pelemahan harga minyak] bukan hanya menghilangkan beban inflasi dan mengikis potensi kenaikan BBM dalam waktu dekat," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dalam catatannya.
Arus masuk modal asing yang membanjir dua bulan terakhir dan membawa rupiah menguat lebih dari 6% selama kuartal III, diperkirakan masih akan berlanjut dan memperkuat cadangan devisa RI.
Hal lain yang dicermati juga oleh kelompok ekonom yang memprediksi penurunan BI rate hari ini adalah rekam jejak Gubernur BI Perry Warjiyo.
"Gubernur BI adalah seorang pragmatis yang cenderung bertindak mendahului pasar [ahead of the curve]. Perry mungkin telah mengisyaratkan penurunan BI rate pada Oktober nanti atau setelah The Fed. Namun, rekam jejaknya menunjukkan bahwa ia bisa bertindak berdasarkan data dan bertindak tegas yang mengejutkan pasar," kata Satria.
(rui)