Isu ini memiliki dampak lebih besar pada industri lain Jepang yang sejak lama ketinggalan dari negara-negara lain terkait keragaman di tempat kerja.
Pemerintah Jepang mendesak perusahaan negara itu untuk mempromosikan lebih banyak perempuan di jabatan kepemimpinan dan mewajibkan keterbukaan seperti perbedaan gaji.
Dana Investasi Pensiun Pemerintah yang bernilai US$ 1,4 triliun telah mengalokasikan anggaran sebesar US$3,77 miliar untuk proyek indeks perusahaan Jepang yang memiliki keragaman gender bagus.
Shibata mengatakan dia tidak mengambil kesimpulan bahwa perbankan Jepang membesar-besarkan angka perempuan di posisi manajer agar catatan mereka di peringkat keragaman masuk kategori bagus, dia mengatakan bank-bank itu harus bertanya kepada staf mereka apakah jabatan yang dimaksud sesuai dengan lingkup tugasnya.
"Ada sejumlah jabatan yang membuat saya bertanya apakah mereka memiliki tanggung jawab dan pendapatan yang sesuai dengan posisi manajer," ujarnya. Sebagai contoh, jika pegawai pria di posisi yang sama dengan perempuan tidak menganggap diri sebagai manajar, maka "tidak bisa dipungkiri bahwa ini disebut sebagai gender washing."
Shabata mengatkan jawaban survei ini akan memperlihatkan ada tanda-tanda fiksasi peran gender.
"Masih ada bias stereotipe yang tidak disadari, misalnya pria membuat perencanaan dan perbankan korporasi sementara perempuan di sektor manajemen aset dan tugas administrasi," ujarnya "Terlihat juga ada jenjang gaji."
Dia menambahkan pihaknya berencana mengungkap hasil survey tersebut. Suvey ini hanya dilakukan pada perbankan daerah dan tidak menyentuh bank besar seperti Mitsubishi UFJ FInancial Group Inc. atau Mizuho Financial Group Inc.
Dua orang dari sektor industri ini mengatakan kemungkinan gender washing tidak terbatas pada bank daerah. Sejumlah bank dan perusahaan asuransi besar bisa juga mengkategorikan perempuan sebagai manajer dengan jabatan yang tidak menggambarkan otoritas apapun.
Jepang memang ketinggalan jauh di sektor kesenjangan gender. Negara ini berada di posisi 16 Indeks Kesenjangan Gender Global besutan World Economic Forum, di bawah Tajikistan dan Burkina Faso.
"Perlu ada konsistendi dan integritas dalam membuka sumber daya manusia satu perusahaan," ujar Shibata.
(bbn)