Penguatan rupiah bersama-sama valuta Asia lain juga terjadi ketika lelang Surat Utang Negara hari ini berlangsung meriah. Investor membukukan kenaikan permintaan masuk (incoming bids) hingga 40% dibanding lelang sebelumnya, mencapai Rp63,7 triliun.
"Jelang FOMC, pasar terlihat 'risk-on' dengan probabilitas penurunan bunga The Fed sebesar 50 bps mencapai 60%," kata Deni Ridwan, Direktur Surat Utang Kementerian Keuangan, menyoal lelang hari ini.
Jumlah incoming bids dari investor asing pada lelang SUN hari ini mencapai Rp9,76 triliun. Mayoritas dari incoming bids tersebut mengincar SUN tenor 11 tahun sebesar Rp5,65 triliun atau 57,88% dari total incoming bids investor asing.
Penawaran masuk dari investor asing akhirnya dimenangkan sebesar Rp1,81 triliun atau 8,23% dari total awarded bids yang ditetapkan sebanyak Rp22 triliun dalam lelang hari ini.
Lelang yang ramai berlangsung ketika arus beli juga terlihat marak di pasar sekunder. Mayoritas imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) hari ini turun, mengindikasikan kenaikan harga surat utang.
Penurunan terutama dicatat oleh SBN tenor pendek 1Y yang terpangkas hingga 7,7 bps ke level 6,28%. Disusul oleh penurunan tenor 3Y dan 5Y masing-masing 4,3 bps dan 3,6 bps ke 6,35% dan 6,41%.
Adapun tenor 2Y bergerak sedikit landai 1,5 bps menjadi 6,46%. Tenor acuan 10Y juga turun sedikit 1,8 bps ke 6,55%.
Di pasar saham, transaksi juga marak dengan IHSG kembali menyentuh level tertinggi sepanjang masa di 7.831,77. Penggerak utama kenaikan indeks adalah saham-saham sektor keuangan yang naik 0,81%, lalu sektor energi dan sektor konsumer siklikal.
Saham-saham perbankan seperti BMRI, BBCA, BRIS juga ARTO melesat, kemungkinan didorong juga oleh menguatnya sentimen penurunan bunga acuan BI rate esok hari.
Hati-hati koreksi
Reli pasar yang terpicu spekulasi penurunan bunga The Fed sebesar 50 bps dan penurunan BI rate pada Rabu, mungkin membuat isi portofolio mayoritas investor menghijau.
Namun, para analis memperingatkan ada risiko koreksi harga bila pada Kamis dini hari nanti The Fed hanya menurunkan bunga sebesar 25 bps.
Pasar saat ini sebenarnya juga masih terbelah dalam memperkirakan keputusan The Fed.
Mengacu CME Fedwatch, probabilitas penurunan Fed fund rate (FFR) sebesar 50 bps semakin meningkat menjadi 67%, bahkan pada pagi tadi sempat menyentuh 69%.
Pada saat yang sama, hasil konsensus dari survei yang dilakukan oleh Bloomberg, sampai siang ini, masih menghasilkan median estimasi pemangkasan FFR sebesar 25 bps.
Keterbelahan antara analis dan traders memunculkan risiko koreksi pada perdagangan di sisa pekan ini.
Bank investasi besar, Goldman Sachs, hari ini mengeluarkan peringatan tentang potensi koreksi harga emas dunia bila The Fed hanya memangkas suku bunga sebesar 25 bps.
Namun, Goldman memperkirakan harga emas jangka panjang akan menguat hingga mencapai rekor harga baru setelahnya, didorong oleh peningkatan investasi di ETF (Exchange Trade Fund) emas.
"Pemotongan suku bunga The Fed akan menarik investor kembali ke ETF emas, komponen yang sebagian besar tidak ada dalam reli emas tajam yang diamati dalam dua tahun terakhir," kata analis Goldman Sachs Lina Thomas dan Daan Struyven dalam sebuah catatan, dilansir oleh Bloomberg.
Mereka menegaskan kembali perkiraan bank bahwa harga emas akan terus naik mencapai US$2.700 per ons pada awal tahun depan.
Bank investasi ini memperkirakan The Fed akan memangkas bunga acuan sebesar 25 bps pada Kamis dini hari nanti.
Sebagian pelaku pasar juga menilai, ekspektasi para traders tentang penurunan 50 bps dalam FOMC pekan ini, terlalu tinggi.
"Investor menaruh ekspektasi terlalu tinggi terhadap beberapa kali penurunan suku unga The Fed selama 12 bulan ke depan," kata Co-President Apollo Global Management Inc. Scott Kleinmann dilansir oleh Bloomberg.
Menurut Kleinmann, ekspektasi pasar bahwa The Fed akan memangkas bunga acuan hingga 125 bps sampai akhir tahun ini, tidak mungkin terjadi tanpa adanya resesi.
Ia menilai, meski secara umum otoritas AS jelas akan berupaya menghindarkan perekonomian dari resesi, namun potensi agresivitas The Fed dalam memangkas bunga acuan menurutnya masih teradang inflasi upah pekerja dan inflasi harga rumah.
"Tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa suku bunga akan turun secara besar-besaran selain ekspektasi pasar terhadap hal itu," kata Kleinmann.
Investor, menurutnya, telah dikondisikan untuk memprediksi kenaikan harga aset karena ekspansi ekonomi yang dimulai lebih dari 14 tahun lalu, berbanding dengan siklus ekonomi umumnya yang antara enam hingga delapan tahun. Dengan tiadanya resesi, Apollo menilai, ekonomi AS hanya akan tumbuh lebih lambat.
(rui)