Logo Bloomberg Technoz

Menurut Komnas HAM, persidangan tidak berjalan dengan efektif. Selain itu persidangan dianggap kurang transparan sekalipun bisa diikuti oleh anggota keluarga korban.

"Namun, proses persidangan tidak berjalan dengan efektif karena minimnya kesiapan perangkat pengadilan," dirilis Komnas HAM atas nama Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro pada Sabtu (21/1/2023).

Adapun alasan persidangan tak efektif menurut Komnas HAM sebagaimana dikutip Bloomberg Technoz dari laman resminya pada Senin (23/1/2023) yakni:

1. Jadwal sidang yang tidak jelas dan kurang transparan (tidak sesuai dengan jadwal yang
tertera di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara/SIPP) menyebabkan keluarga korban
kesulitan untuk mengetahui jadwal pasti 
2. Pemeriksaan saksi pelaku sipil yang dihadirkan melalui daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet. Berbeda dengan saksi dari keluarga korban yang bersedia hadir dari Kabupaten Mimika ke Jayapura untuk memberikan kesaksiannya secara langsung
3. Pemeriksaan barang bukti dilakukan secara daring menjadi tidak efektif karena
permasalahan jaringan internet
4. Ruang sidang kurang proposional untuk mengakomodasi jumlah keluarga korban dan
masyarakat yang ingin mengikuti proses persidangan.

Sementara kepada Komnas HAM, keluarga korban menyampaikan bahwa mereka memerlukan jaminan perlindungan dan pemulihan dari LPSK selama proses persidangan kasus ini berlangsung. Komnas HAM karena itu meminta agar Panglima TNI melakukan pengawasan aktif terhadap proses peradilan. Selain itu Mahkamah Agung juga diminta melakukan pengawasan ketat di tingkat peradilan.

"Komnas HAM RI meminta LPSK untuk memberikan perlindungan serta pemulihan bagi keluarga
para korban."

Diketahui kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 warga sipil dilakukan oleh 6 anggota militer yakni TNI ADA terjadi di Mimika, Papua. Tak hanya anggota TNI, ada 4 warga sipil yang juga terlibat dalam pembunuhan itu. Para anggota TNI merupakan bagian dari kesatuan Brigif 20 Kostrad. Pembunuhan mengerikan ini terungkap pertengahan tahun 2022.

Para pelaku ditetapkan sebagai tersangka Polisi Militer (Pom) TNI AD pada Agustus 2022 dan kemudian diproses hukum. Namun pada Desember 2022, salah satu pelaku yakni Kapten DK meninggal dunia diduga akibat penyakit jantung. Empat anggota TNI AD disidang di Jayapura sementara satu orang lainnya yakni Mayor Helmanto Fransiskus Daki disidang di Oditurat Militer Tinggi Makassar.

(ezr)

No more pages