Dewan Kehormatan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) I Wayan Gendo Suardana berpandangan dampak negatif dari ekspor pasir laut ini bahkan sudah jelas terlihat ketika kegiatan ini dilarang 20 tahun lalu.
"Kerugian dari kegiatan ekspor pasir laut ini dapat dilihat secara reflektif saat adanya larangan atas kegiatan ini 20 tahun lalu, yakni; berupa rusaknya ekologi khususnya ekosistem laut [sehingga secara otomatis menyebabkan masyarakat nelayan terdampak], menyebabkan bencana alam dan berdampak pada kedaulatan negara, karena efeknya daratan Indonesia makin mengecil dan pada akhirnya dapat mengurangi garis pantai," jelas Gendo kepada Bloomberg Technoz, Selasa (17/9/2024).
Dia bahkan mengaitkan efek tersebut dengan teori butterfly effect, di mana dampak kecil dapat memicu efek yang lebih besar dan merusak. Sementara itu, secara ekonomi, Gendo menilai ekspor pasir laut tidak begitu genting untuk dilakukan bagi Indonesia.
"Lalu jika dikaitkan dengan kepentingan ekonomi, apakah ini genting bagi negara? Aspek ini juga menurut saya tidak logis. Jika pun pendapatannya besar maka yang paling diuntungkan adalah para pengusaha. Lalu negara? Tidak signifikan, andaikan-pun PNBP [penerimaan negara bukan pajak]-nya besar, hal itu tetap tidak sebanding dengan kerugian yang dihasilkan, dan penanggulangan kerugian tersebut lebih besar keluar biaya daripada pendapatan," lanjutnya.
Untuk diketahui, belum lama ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka kembali keran ekspor pasir laut.
Hal ini menyusul diterbitkannya dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag No. 21/2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim menyebut peraturan ini tak terlepas dari upaya Kemendag dalam mengimplementasikan peraturan pemerintah atau PP 023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut serta tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Revisi dua Permendag ini merupakan amanah Peraturan Pemerintah No. 26/2023 serta merupakan usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai instansi pembina atas pengelolaan hasil sedimentasi di laut," kata Isy mengutip dari siaran pers Kemendag, Selasa (10/9/2024).
Pada saat yang sama, Isy juga menekankan, ekspor pasir laut hanya dapat dilakukan setelah memenuhi kebutuhan dalam negeri, di mana menurutnya pengaturan ekspor pasir laut ini dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, juga kesehatan laut.
Adapun, jenis pasir laut yang boleh diekspor tersebut diatur dalam Permendag No. 21/2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.
(ibn/wdh)