Logo Bloomberg Technoz

Hosianna menjelaskan, kinerja ekspor masih dapat tumbuh meskipun terdapat kontraksi harga komoditas utamanya pada komoditas lunak dan nikel yang mengalami penurunan harga pada Agustus lalu.

“Berkaca dari perkembangan di Juli 2024 lalu, kita lihat ekspor non migas, khususnya dari sektor tambang dan industri pengolahan masih bisa naik. Ke depannya sejalan dengan momentum penurunan suku bunga global ya harapannya harga dan permintaan komoditas bisa berbalik naik sehingga positif untuk ekspor,” ucap Hosianna kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (17/9/2024).

Lebih lanjut, Josua meramal kinerja impor RI pada Agustus 2024 terkontraksi 5,07% (mtm) yang disebabkan melemahnya kinerja sektor manufaktur.

Secara tahunan ia memprediksi impor masih cukup tinggi yakni 9,30% (yoy), namun besaran ini masih lebih rendah dibandingkan torehan bulan Juli 2024 yang tercatat sebesar 11,07% (yoy).

“Kontraksi bulanan terutama disebabkan oleh kinerja yang lebih lemah di sektor manufaktur. Sementara itu, moderasi pertumbuhan tahunan sejalan dengan tren pelemahan aktivitas ekonomi global,” terang Josua.

Sedangkan Hosianna meramal kinerja impor RI pada Agustus 2024 tumbuh positif sebesar 15,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan catatan kinerja bulan sebelumnya sebesar 11,07% (yoy).

Meski demikian, Hosianna tengah mencermati perkembangan kinerja impor yang berpotensi lebih cepat dibandingkan ekspor RI. Menurut dia, hal ini dapat terjadi akibat laju investasi ke dalam negeri yang meningkat.

“Karena ada kecenderungan saat investasi asing deras maka impor relatif meningkat,” kata Hosianna.

Atas ramalan kinerja ekspor-impor itu, Josua memprediksi neraca dagang RI pada Agustus 2024 akan meningkat menjadi US$2,29 miliar, lebih tinggi dari surplus bulan Juli 2024 sebesar US$472 juta.

“Peningkatan surplus perdagangan dipengaruhi oleh kinerja ekspor bulanan yang meningkat dan diikuti oleh pelemahan kinerja impor,” jelasnya.

Sementara Hosianna meramal surplus neraca dagang RI yang lebih rendah yakni US$1,2 miliar pada Agustus 2024.

Hosianna juga menilai terdapat potensi pelebaran defisit neraca berjalan akibat turunnya surplus perdagangan yang menurun saat investasi asing tumbuh subur di dalam negeri.

“Tapi  harapannya dari aktivitas domestik bisa terakselerasi, spesifik ke konsumsi domestik, industri dan pembentukan modal. Nah keseluruhan ini, harapannya bisa counter [membalikan] dari potensi penurunan surplus perdagangan,” terang Hosianna.

Mengenai pelebaran current account deficit, Josua memprediksi akan melebar dari sebelumnya -0,16% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023 menjadi -0,79% dari PDB pada tahun 2024.

“Proyeksi ini mempertimbangkan beberapa faktor utama, termasuk normalisasi harga komoditas secara bertahap dan potensi dampak pelemahan permintaan global,” ujar Josua.

“Namun, kebijakan hilirisasi Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan transaksi berjalan pada harga komoditas, yang seharusnya membantu membatasi defisit transaksi berjalan,” lanjutnya.

(azr/lav)

No more pages