Dualisme Kadin, dalam konteks sebagai organisasi yang mewakili dunia usaha nasional, diduga sudah terjadi sejak kelahiran Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Kadin terbentuk pada 1968 usai Musyawarah Pembentukan Kadin Indonesia dilaksanakan saat itu. Arsjad menjelaskan Kadin Indonesia merupakan satu-satunya organisasi dunia usaha yang lahir dan diatur dengan Undang-Undang No. 1/1987 tentang Kamar Dagang dan Industri.
Beleid tersebut menjelaskan Kadin memiliki dua tujuan. Pertama, untuk membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi, dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, untuk menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya secara efektif dalam pembangunan nasional.
Sementara itu, Pasal 6 UU Kadin mengatur bahwa Kadin merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antarpengusaha Indonesia dan antara pengusaha Indonesia dan pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perdagangan, perindustrian, dan jasa.
Arsjad juga mengatakan UU No. 1/1987 dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 18/2022 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri.
Dilansir melalui situs resmi, Apindo dibentuk pada 31 Januari 1952 dengan nama Badan Permusyawaratan Sosial Ekonomi Seluruh Indonesia (Puspi).
Seiring waktu, Puspi kembali berubah nama menjadi Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo melalui Musyawarah Nasional (Munas) Apindo II di Surabaya pada 1985.
Sebagai representasi tunggal dunia usaha, Apindo memiliki keterwakilan dalam kelembagaan tripartit (unsur Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja), di mana sejumlah perwakilan pengurus Apindo duduk di Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Dewan Pengupahan Nasional, dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Kadin UKM
Dualisme Kadin berlanjut dengan adanya upaya membentuk Kadin UKM, sebagai bentuk protes dari ketidakpuasan terhadap Kadin yang dinilai tidak berpihak pada aspirasi dan persoalan yang dihadapi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Pembentukan Kadin UKM Ini pada akhirnya bermuara pada sengketa konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK). Dilansir melalui situs resmi, putusan MK saat itu menolak permohonan pemohon menyangkut Pasal 4 UU No. 1/1987 yang menetapkan hanya adanya satu Kadin. Dengan kata lain, pembentukan Kadin UKM tidak disetujui.
3. ‘Kadin Tandingan’
Dualisme Kadin terus berlanjut ketika kepemimpinan Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2010—2015 Suryo Bambang Sulisto.
Dilansir melalui berbagai sumber, saat itu Oesman Sapta Odang atau Oso diduga menganggas Munaslub Pontianak dan muncul istilah ‘Kadin Tandingan’. Akibatnya, Oso dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia.
4. 'Kadin Kuningan' Vs. 'Kadin Menteng'
Pada periode 2015—2020, dualisme Kadin dipimpin oleh Ketua Umum Rosan Perkasa Roeslani bernama Kadin Indonesia dengan logo perahu dengan layar kecil 5 dan berkantor di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Sementara itu, satunya lagi Kadin Paradigma Baru yang dipimpin Eddy Ganefo atau Egan dengan logo perahu dengan layar kecil 3 yang berkantor di Jalan Hos Cokroaminoto, Menteng, Jakarta.
Namun, situs resmi Kadin Indonesia hanya menyatakan Rosan sebagai Ketua Umum 2015—2021.
Setelah itu, Munas Kadin pada 2021 menyatakan bahwa hanya ada satu Kadin Indonesia. Bahkan, Arsjad saat itu mengatakan bakal mengakhiri dualisme di Kadin Indonesia.
(dov/wdh)