Sementara untuk impor, ia ramal pada Agustus 2024 terjadi kontraksi sebesar 5,07% (mtm). Sementara secara tahunan diprediksi sebesar 9,30% (yoy), melambat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,07% (yoy).
Impor bulanan yang terkontraksi, lanjut Josua, utamanya disebabkan oleh pelemahan kinerja di sektor manufaktur. Sedangkan moderasi pertumbuhan impor secara tahunan, sejalan dengan tren pelemahan aktivitas ekonomi global.
Dengan demikian, Josua meramal neraca dagang RI pada Agustus 2024 mengalami surplus US2,29 miliar, meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$472 juta.
“Peningkatan surplus perdagangan dipengaruhi oleh kinerja ekspor bulanan yang meningkat dan diikuti oleh pelemahan kinerja impor,” ucapnya.
Atas perkembangan itu, Josua meramal defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan melebar secara moderat sebelumnya sebesar -0,16% dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi -0,79% dari PDB pada 2024.
Ia menjelaskan, proyeksi tersebut telah mempertimbangkan berbagai faktor termasuk normalisasi harga komoditas secara bertahap dan potensi dampak pelemahan permintaan global.
“Namun, kebijakan hilirisasi Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan transaksi berjalan pada harga komoditas, yang seharusnya membantu membatasi defisit transaksi berjalan,” terangnya.
Hal tersebut juga didukung potensi penurunan suku bunga acuan global yang berpotensi membatasi penurunan harga komoditas secara lebih lanjut, di tengah ekspektasi pelemahan dolar AS akibat adanya sentimen pemangkasan suku bunga Bank Sentral AS.
(azr/lav)