Logo Bloomberg Technoz

Sejak April 2023, PMI manufaktur China cuma 3 kali berada di zona ekspansi.

Saat industri manufaktur China lesu, maka permintaan terhadap bahan baku/penolong dan barang modal dari Indonesia juga ikut turun. Hasilnya, ekspor Indonesia pun akan terpukul.

“Ke depan, ekonomi China membutuhkan dukungan kebijakan untuk mengangkat dari periode pelemahan ini. Dua bulan PMI yang lesu pada kuartal ini membuat outlook memburuk,” tegas Chang Shu, Kepala Ekonom untuk Asia di Bloomberg Economics, dalam laporannya.

Pada Agustus, impor China hanya tumbuh 0,5% yoy. Jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 7,2% yoy.

China adalah pasar ekspor terbesar bagi Indonesia. Ekspor non-migas Indonesia ke China sepanjang Januari-Juli mencapai US$ 31,85 miliar. Angka ini adalah 23,09% dar total ekspor non-migas Indonesia, di mana artinya China menyumbang nyaris seperempat.

Impor Juga Melambat

Di sisi lain, konsensus Bloomberg memperkirakan impor tumbuh 9,3% yoy pada Agustus. Meski terlihat tinggi, tetapi cukup jauh melambat dibandingkan Juli yang tumbuh 11,07% yoy.

Seperti di China, perkembangan sektor manufaktur Tanah Air juga kemudian mempengaruhi kinerja impor. Maklum, lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal untuk kebutuhan industri dalam negeri.

Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Agustus. Bahkan kini mencapai rekor terendah dalam 3 tahun.

S&P Global melaporkan PMI manufaktur Indonesia pada Agustus tercatat 48,9. Turun dibandingkan Juli yang sebesar 49,3.

PMI di bawah 50 menandakan aktivitas sedang mengalami kontraksi, bukan ekspansi. Skor PMI manufaktur Indonesia pada Agustus juga menjadi yang terendah dalam 3 tahun terakhir.

"Produksi dan pemesanan baru (new orders) menurun pada Agustus. Keyakinan terhadap outlook masih positif, sementara inflasi di tingkat produksi turun ke level terendah dalam 10 bulan," sebut keterangan resmi S&P Global.

Saat produksi dan pemesanan turun, perusahaan pun mengurangi tenaga kerja di sektor manufaktur. Penurunan tenaga kerja, meski minim, sudah terjadi 2 bulan beruntun.

"Ada laporan bahwa perusahaan menerapkan PHK temporer karena perlambatan penjualan dan produksi. Tidak hanya itu, perusahaan juga menurunkan aktivitas pembelian bahan baku, terdalam selama 2,5 tahun terakhir," lanjut keterangan S&P.

Neraca Dagang Surplus Lagi

Sementara perlambatan ekspor dan impor diperkirakan bakal menopang neraca perdagangan. Konsensus Bloomberg memperkirakan neraca perdagangan Indonesia mampu mencetak surplus US$ 1,82 miliar pada Agustus. Jauh membaik ketimbang Juli yang surplus US$ 0,47 miliar.

Jika terwujud, maka Indonesia akan mencetak surplus neraca perdagangan selama 51 bulan beruntun. Meski surplus terjadi selama lebih dari 4 tahun, tetapi ini bukan rekor terpanjang. 

Surplus terpanjang pernah terjadi 152 bulan berturut-turut pada Juni 1995-April 2008.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan perdagangan Indonesia mencatatkan surplus di tengah aktivitas ekonomi global yang masih melambat.

"Hal ini memberikan indikasi bahwa ketahanan ekonomi kita cukup kuat, namun kita harus tetap waspada dan terus memperkuat dukungan kebijakan demi mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujar Febrio dalam keterangan tertulis, belum lama ini.

Ke depan, dia menambahkan, pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam.

"Selain itu, meningkatkan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” kata Febrio.

(aji)

No more pages