Nilai belanja asing di SBN selama enam bulan terakhir tahun ini menjadi yang tertinggi kedua setelah pembelian di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencapai Rp53,68 triliun.
SRBI meski masih jadi nilai pembelian terbesar oleh investor asing selama tahun ini meski beberapa waktu belakangan, pemodal global makin banyak melepasnya. Data BI mencatat, pekan lalu asing mulai melepas SRBI net sell senilai Rp3,6 triliun.
Namun, bila menghitung sepanjang tahun sampai transaksi 12 September lalu, SRBI masih jadi favorit asing di mana nilai belanja pemodal global di instrumen berimbal hasil tinggi itu mencapai Rp184,03 triliun.
Pada saat yang sama, nilai pembelian di SBN hanya Rp10,37 triliun dan di saham sebesar Rp31,47 year-to-date.
Para pengelola dana asing sejauh ini masih menempatkan aset-aset pasar keuangan RI sebagai salah satu favorit utama di kawasan emerging market Asia, di tengah sentimen pasar yang makin dinamis menjelang pivot The Fed yang diyakini sudah di depan mata.
"Dalam jangka menengah, kami berlanjut positif untuk surat utang dan valuta Asia terutama di pasar-pasar dengan imbal hasil tinggi," kata Joevin Teo Chin-Ker, Head of Investment Amundi Singapura, dilansir dari Bloomberg.
Bunga riil di seluruh ASEAN, menurutnya, sudah lebih tinggi dibanding tahun lalu yang memperlihatkan ada potensi penurunan bunga acuan yang akan memberi keuntungan pada pasar obligasi lokal.
Indonesia mencatat tingkat suku bunga riil 4,1% dengan 1.8 standar deviasi di atas rata-rata lima tahun terakhir, menunjukkan ada ruang yang cukup memadai bagi Bank Indonesia untuk memangkas bunga acuan. Hal serupa juga terlihat di Filipina dengan standar deviasi 1.5 kali di atas median lima tahun.
Pemicu antusiasme modal global menyasar pasar ekuitas ASEAN salah satunya karena posisi asing memang belum memuncak, ditambah optimisme terhadap kebijakan pemerintah setempat, valuasi yang dinilai masih menarik dan pencarian akan imbal hasil lebih atraktif.
Dana global yang tadinya banyak menyasar China, mulai banyak bergeser ke ASEAN seiring situasi perekonomian Negeri Panda yang semakin suram saat ini.
"[Pasar] ASEAN sudah lama terabaikan. Investor mulai menyadari banyak peluang alpha tersedia mulai dari saham perusahaan komoditas di Indonesia, hingga pasar REIT yang stabil di Singapura hingga sektor teknologi di Malaysia, sektor ekspor di Vietnam serta sektor terkait pemulihan di Thailand," kata John Foo, pendiri Valverde Investment Partners Pte, dilansir dari Bloomberg.
Valuasi yang masih murah menempatkan pasar ASEAN jadi incaran baru. Indeks MSCI ASEAN diperdagangkan 13,6 kali estimasi pendapatan 12 bulan ke depan, lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun di 14,7 kali.
Sinyal penurunan BI rate
Di tengah sentimen pasar yang cenderung positif terhadap aset-aset emerging market seperti Indonesia, bank sentral juga kembali memangkas tingkat bunga diskonto SRBI dalam lelang hari ini, bahkan hingga ke level di bawah 7%, pertama kali dalam lima bulan terakhir.
Tingkat bunga diskonto untuk SRBI-6M dimenangkan di 6,99%, pertama kalinya rate tenor itu turun di bawah 7% sejak April lalu. Bukan hanya tenor 6 bulan yang turun, tenor lain yakni 9 bulan dan 12 bulan juga terpangkas. SRBI-9M di 7,08% dari 7,11% pada lelang sebelumnya. Sedang tenor yang kerap jadi acuan, SRBI-12M, turun ke 7,11% dari 7,15% pada lelang sebelumnya.
Penurunan bunga SRBI itu memicu spekulasi di pasar, bahwa BI mungkin akan mendahului Federal Reserve dalam memangkas bunga acuan pada hari Rabu pekan depan.
Pergerakan SRBI selama ini kerap dianggap sebagai proksi BI rate secara de facto di tengah dinamika pasar dalam hampir setahun terakhir yang banyak terombang-ambing spekulasi arah kebijakan bunga global. SRBI diterbitkan untuk menarik dana asing masuk melalui bunga diskonto yang tinggi, jauh melampaui level policy rate hingga sempat menyentuh 7,52%.
Sinyal dari hasil lelang SRBI hari ini akan menjadi 'bekal' penting pelaku pasar dalam memprediksi keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang digelar 17-18 September pekan depan.
Mengacu pada hasil konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, median estimasi policy rate pekan depan adalah 'hold' atau tetap di level saat ini di 6,25%.
Namun, semakin banyak analis yang memprediksi BI bisa jadi mendahului langkah The Fed memangkas bunga acuan. Terlebih rupiah sudah jauh lebih menguat dan stabil sebulan terakhir, di tengah arus masuk modal asing yang terus berlanjut serta sinyal termutakhir dari data ekonomi AS yang mendukung skenario pemangkasan bunga The Fed.
Dari 21 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, lima analis di antaranya memprediksi BI akan memangkas bunga acuan pekan depan ke level 6%.
"Kami tidak lagi percaya bahwa ada manfaatnya bagi BI menunggu The Fed memangkas bunga acuan lebih dulu. Karena itu diperkirakan akan terjadi beberapa jam kemudian," kata Ekonom HSBC Pranjul Bhandari dan Aayushi Chaudary dalam catatannya hari Kamis, dilansir oleh Bloomberg.
(rui)