Pembangkit listrik berbasis EBT tersebut a.l. 7% atau 6,69 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), 3% atau 2,6 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 4% atau 3,41 GW berasal dari PLT Bio dan 1% atau 0,61 GW dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Adapun, 79,79% atau 74,55 GW dari kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia dimiliki oleh PT PLN (Persero). Sementara, terdapat 15,16% atau 14,17 GW berasal dari Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri (IUPTLS).
Selanjutnya, terdapat 4,25% atau 3,97 GW berasal dari pembangkit pemegang PPU atau pemegang wilayah usaha (wilus).
“Sampai saat ini ada 65 pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia. Jadi selain PLN, ada sekitar 64 yang memiliki wilayah usaha di mana di dalam wilayah usaha tersebut pemegang-pemegang wilayah usaha ini dapat menjual tenaga listrik kepada konsumen di dalam wilayah usahanya,"
Dari 65 pemegang wilayah usaha, lanjut Hasan, 56 merupakan wilayah usaha terintegrasi, di mana di dalamnya terdapat pembangkit sendiri, satu wilus transmisi distribusi dan penjualan dan 8 wilus distribusi dan penjualan.
“Untuk sebaran pemegang wilus di Indonesia ini ada 19 di Sumatera, kemudian 18 di regional Jawa Madura Bali, 14 di Kalimantan, 4 di Sulawesi kemudian ada 5 pemegang wilus di Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara,” ujarnya.
(ain)