Untuk itu, lanjut Rochadi, pengembangan sari ikan bisa menjadi solusi untuk mereduksi nilai impor susu yang tinggi, karena ikan juga mengandung protein hewani yang baik untuk tubuh manusia.
"Nah ini benar-benar di balik dari keinginan pemerintahan, tetapi saya melihat ada sesuatu yang positif. Pertumbuhan ekonomi nelayan ikan yang selama ini negatif atau buruk, atau kalau lebih banyak defisitnya, ini akan ditekan oleh produk ini," sambungnya.
"Akan tetapi, kalau misalnya kontribusinya 1% saja, [terjadi] peningkatan konsumsi, ini artinya kesempatan peluang, yang dilakukan oleh pemerintah dengan program pengganti susu, ini akan kelihatan luar biasa memberikan pengaruh ekonomi yang luas kepada masyarakat petani nelayan," jelasnya.
Meski demikian, dia tetap menegaskan bahwa tidak sepatutnya membandingkan nilai gizi antara susu sapi dan sari ikan, mengingat keduanya memiliki keunggulan masing-masing.
Dia juga berpendapat bahwa seharusnya masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih sesuai kebutuhan mereka, terutama dalam upaya meningkatkan asupan protein hewaninya.
"Sari ikan ini adalah diproses dari ikan yang dihidrolisat dan menghasilkan asam-asam amino. Dan asam-asam amino esensial yang ada, yang berasal dari hewan itu adalah protein hewani. Jadi sebetulnya hampir identik dengan susu sapi, produk hidrolis ini, dia bisa diperkaya berdasarkan kebutuhan asam aminonya. Sehingga hasil dari komposisi ini bisa lebih baik, bisa sama, bisa kurang tergantung kebutuhan dari konsumennya," ujarnya.
Rencana Produksi
Untuk diketahui, kebijakan susu ikan atau sari ikan ini mencuat usai PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food mengumumkan rencana alternatif pengadaan susu dalam program makan bergizi gratis. Hal ini didasarkan pada masih belum cukupnya produksi dan stok susu sapi di Indonesia.
Sebelumnya, ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2024) Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menuturkan susu ikan sudah diproduksi di Indonesia sejak 2017.
Salah satu inovasi yang dihasilkan yakni ekstrak protein ikan yang akan menghasilkan susu ikan.
Budi memerinci protein ekstrak itu berasal dari ikan segar murah seperti seperti petek, selar, layur, tamban, dan belok.
Kemudian, ekstrak tersebut naik kelas agar dapat memberikan nilai tambah dibuat Hidrolisat Protein Ikan (HPI). HPI merupakan ekstrak protein ikan berbentuk bubuk putih. Adapun, susu ikan merupakan HPI yang telah diseduh dengan air hangat.
Selain itu, ekstrak tersebut berasal dari sejumlah ikan dengan nilai ekonomis rendah, sehingga langkah ini dapat membantu para nelayan untuk mereka jual kembali. Setelah melalui tahap HPI, maka akan menghasilkan produk susu ikan.
Susu ikan, lanjut Budi, disebut memiliki banyak kandungan, utamanya adalah omega 3, DHA, dan EPA yang merupakan faktor pembentuk pengembangan otak. Kandungan ini, kata Budi, tidak ada di dalam susu formula sapi. Sementara itu, jika berasal dari ekstrak protein ikan, akan ada kalsium hingga vitamin C.
"Nah ini bagian kesempatan kita. Selain memanfaatkan sumber daya kita sendiri dari ikan, para nelayan. Di ekstrak jadi protein ikan, kemudian diturunkan lagi jadi protein ikan," tuturnya.
Tidak hanya itu, susu ikan bebas laktosa dan alergen sehingga aman dikonsumsi anak-anak. Sehingga, dengan keunggulan tersebut, susu ikan diklaim dapat diserap tubuh lebih banyak dan lebih cepat dari jenis susu lainnya.
Menurut Budi, tidak ada efek samping saat mengonsumsi susu ikan karena sampel susu ikan telah dikenalkan dan dicoba anak-anak saat Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Kegiatan Gemar Ikan.
"Kalau dari prosesnya enggak ada. Kami coba ke anak-anak enggak ada [efek sampingnya]. Jadi waktu itu dikenalkan, kita menggunakan anak-anak. Kemudian pada waktu Harganas dan kegiatan-kegiatan gemar ikan itu kami kenalkan," kata Budi.
Adapun, KPP, kata Budi, juga tengah meningkatkan produksi susu ikan di dalam negeri. Budi mencatat, hingga saat ini, baru ada satu pabrik susu ikan di Indramayu, Jawa Barat dengan kapasitas 30 ton/bulan. Sebagai percontohan, pemerintah tengah membangun pabrik susu ikan di Pekalongan, Jawa Tengah.
Budi mencatat, kapasitas pabrik yang dibangun di Pekalongan mencapai 50 ton/bulan. Pabrik tersebut dijadwalkan akan rampung pada November. Dengan demikian, kapasitas produksi susu ikan di kawasan Pantura hingga akhir tahun ini menjadi sekitar 80 ton/bulan.
Budi menargetkan kapasitas produksi susu ikan di dalam negeri dapat mencapai 100 ton/bulan. Pabrik yang dibangun nantinya akan memproduksi HPI.
Di lain sisi, ia mengaku bahan baku susu ikan tidak akan berasal dari ikan bernilai tinggi agar harga susu ikan bisa dijaga. Untuk diketahui, kini susu ikan dilego Rp5.000/gelas atau lebih rendah Rp1.400/gelas dari harga susu sapi segar.
(prc/wdh)