Dengan demikian, ketimbang menerapkan model mega farm, dia menyarakan agar pemerintah mempertimbangkan model medium farm, dengan skala yang lebih kecil, yakni sekitar 500 ekor sapi perah per peternakan.
"Beberapa ahli yang sudah memiliki pengalaman di bidang ini, mereka menyarankan [lebih baik ukurannya] medium farm. Jadi skala menengah yang isinya 500 ekor misalnya. Nah itu masih memungkinkan [dilakukan] di setiap wilayah-wilayah sentra persusuan untuk penunjang pakan di sekitarnya," sambungnya.
Sementara itu, penempatan medium farm ini pun, menurut dia, lebih cocok di sentra-sentra sapi perah yang sudah ada, terutama di daerah dataran tinggi dan sejuk seperti Pengalengan, Lembang, Jawa Barat dan Pujon, Jawa Timur.
Daerah-daerah tersebut memang dikenal sebagai pusat produksi susu sapi di Indonesia, di samping itu model skala menengah dinilai lebih layak untuk diterapkan.
"Jadi kalau mereka sudah bisa menyerap [masalah] di kendala pakan, saya kira tidak ada masalah juga. Akan tetapi, sekarang fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan pakan ini mengalami kesulitan," ujarnya.
Sekadar informasi, pemerintah mulai menyiapkan 1,5 juta lahan peternakan sapi untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis pada 2025.
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengatakan, lahan yang disiapkan itu akan menjadi mega farm, di mana skemanya pengadaan lahannya dilakukan baik melalui kerja sama maupun akuisisi.
Lalu pertanyaannya di mana lokasi mega farm tersebut berada? Sudaryono mengatakan sebagian besar lokasi yang teridentifikasi berada di wilayah kepulauan timur Indonesia.
"Kita sudah identifikasi ada di kantong kita 1,5 juta ha untuk kita jadikan potensi lahan yang akan kita tawarkan. Terakhir ada 36 perusahaan, koperasi, dan seterusnya yang sudah komitmen untuk memasukkan sapinya ke Indonesia," ungkap Sudaryono.
Sudaryono merinci ada area eksisting —seperti perkebunan kelapa sawit — yang akan dimanfaatkan untuk peternakan sapi tanpa harus menutup operasi perkebunan.
"Sawitnya tetap di situ, cuma dia pelihara sapi di situ juga. Kan peternakan ini enggak menebang apa-apa. Jadi kita jadikan mereka paling mungkin ya dia bikin kandang, begitu. Itu juga luasnya enggak sampai puluhan ha, paling 1—2 ha untuk kandangnya. Sisanya kan untuk dilepas dan kemudian juga untuk sumber pakan dan seterusnya,” katanya.
Lokasi peternakan sapi skala besar yang sudah diindentifikasi pemerintah sejauh ini mencakup Kelantan (salah satu kecamatan di Sumatra Utara), Blora, di Jawa Timur, dan Pulau Aru.
"Jadi 1,5 juta ha itu tersebar, tidak satu hamparan. Terpecah-pecah; ada yang 10.000 ha, ada yang 100.000 ha; ada yang 20.000 ha, ada yang 13.000 ha, ada yang 3.000 ha, ada yang cuma 2.000 ha, 1.500 ha, dan seterusnya. Itu total di kita sudah teridentifikasi ada 1,5 juta ha," tuturnya.
Lebih lanjut, Sudaryono mengatakan pemerintah juga akan memikirkan masalah ketersediaan rumput dan pakan ternak untuk sapi-sapi impor di lahan seluas 1,5 juta ha tersebut.
Dia menggambarkan setiap impor sapi sebanyak 50.000 ekor, perusahaan akan berinvestasi kandang dan pakan juga di tempat yang sama.
"[Hal] yang jelas kita ada dalam kaitannya untuk peningkatan untuk kesiapan kita dalam penyediaan daging dan susu untuk [program] Makan Bergizi Gratis," ujarnya usai rapat bersama Komisi IV DPR RI, Kamis (12/9/2024).
Sudaryono mengungkapkan Kementan bakal membuka ruang bagi perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN) dan koperasi untuk berpartisipasi mendatangkan sapi hidup ke Tanah Air, tanpa menggunakan dana APBN.
Bahkan, dia mengatakan ada perusahaan asing yang turut melirik potensi investasi mega farm untuk mendukung program Susu Gratis tersebut. Namun, dia tidak mengelaborasi siapa dan dari mana perusahaan tersebut.
(prc/wdh)