"Jadi kalau kita di bank, mau ada policy mengenai batu bara, ya kita lihat dulu dong PLN-nya gimana. PLN larinya ke mana, kapan PLN itu berhenti membiayai pembangkit batu bara. Di situ lah kita menyesuaikan," tutur dia.
"Jadi keterkaitannya akan panjang. Keberatannya seperti apa, selain dari aspirasi internal, kita lihat di luarnya seperti apa. Kalau memang di luarnya kondisinya belum, ya kita enggak bisa lebih maju."
Menyitir data Statistik Perbankan Internal (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2024, total penyaluran kredit perbankan ke sektor pertambangan dan penggalian tercatat sebesar 7,83% atau setara Rp326,4 triliun dari total penyaluran kredit perbankan yang tercatat sebesar Rp7.478 triliun.
Jumlah tersebut terbilang meningkat signifikan jika dibandingkan dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Juni 2023, total pembiayaan kredit perbankan ke sektor tambang tersebut tercatat sebesar Rp253,1 triliun yang juga setara 8,66% dari total kredit perbankan.
Meski demikian, BRI saat ini juga masih berupaya mendorong dan mendukung pengurangan emisi karbon melalui pembiayaan kredit hijau atau green bond.
Berdasarkan data internalnya, hingga semester 1 tahun ini, BRI telah mencatat green bond sebesar Rp89,8 triliun, meningkat dari torehan sepanjang 2023 yang tercatat sebesar Rp80,4 triliun.
Pembiayaan itu dikucurkan masing-masing kepada proyek pengelolaan sumber daya alam dan penggunaan lahan yang berkelanjutan sebesar Rp60,83 triliun, energi baru dan terbarukan (EBT) Rp6,48 triliun, eco-efficient product Rp7,98 triliun, dan lain sebagainya.
(ibn/wep)