Sekadar catatan, harga Pertamina Biosolar atau jenis solar subsidi saat ini dibanderol Rp6.800/liter.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi bahwa jenis BBM rendah sulfur merupakan jenis Solar.
Dalam kaitan itu, Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah memiliki rencana bahwa BBM rendah sulfur tersebut bakal menggantikan Solar subsidi. Namun, dia mengeklaim, rencana kebijakan tersebut masih dalam proses kajian pemerintah.
“Rencananya untuk jenis Solar. Pemerintah sedang melakukan kajian, arahnya memang kepada Solar subsidi,” ujar Dadan medio Juli.
Dalam kaitan itu, penambahan anggaran subsidi BBM dinilai tidak dapat menjadi solusi bijak, menimbang risiko penyaluran subsidi BBM yang tidak tepat.
Dalam lima tahun terakhir, kata Rachmat, pemerintah rata-rata menghabiskan Rp119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM.
“Ini artinya pajak masyarakat tidak secara optimal tersalurkan karena tidak dinikmati golongan yang membutuhkan subsidi tersebut,” ujar Rachmat.
Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI belum lama ini sepakat mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp203,4 triliun pada 2025.
Bendahara Negara mengatakan berdasarkan kesepakatan panitia kerja (panja) A Banggar terdapat penurunan subsidi dari Rp114,3 triliun menjadi Rp113,7 triliun untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT) Solar dan minyak tanah; serta gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram (kg).
Dengan asumsi bahwa jenis kendaraan lebih dari 1.400 cc tidak akan menjadi golongan penerima subsidi BBM, maka dampak peraturan ini akan dirasakan kurang dari 7% populasi kendaraan.
“Hal ini menuntut pemerintah untuk mengambil langkah yang mendorong penyediaan BBM bersubsidi rendah sulfur yang tepat sasaran,” ujarnya.
Kemenko Marves menekankan bahwa saat ini sudah terdapat kilang minyak yang siap menyediakan solar rendah sulfur, khususnya di daerah Jakarta.
(dov/wdh)