Menurut dia, pengeluaran masyarakat Indonesia lebih condong pada pengeluaran rutin. Sehingga, dengan adanya potongan baru dari kenaikan PPN tersebut dapat membuat nominal upah riil menurun.
Esther menyebut, jika skenario kenaikan PPN tetap dilaksanakan maka tidak hanya pendapatan masyarakat perkotaan saja yang turun namun masyarakat pedesaan juga akan merasakan dampaknya.
“Jika skenario kenaikan tarif PPN tetap dilaksanakan, maka pendapatan masyarakat akan turun, pendapatan riil turun, dan konsumsi masyarakat jelas turun,” terang Esther.
Sebagai informasi, mulai 1 Januari 2025, tarif PPN akan resmi dinaikkan menjadi 12% dari sebesar 11% mulai 2022. Kenaikan pada tahun 2022 juga menjadi yang pertama sejak era Orde Baru ketika tarif PPN cukup lama ditetapkan sebesar 10%.
Tarif PPN 12% akan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tarif value added tax (VAT) tertinggi di kawasan ASEAN bersama Filipina.
Dalam pernyataan di parlemen Mei lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, keputusan kenaikan tarif PPN jadi 12% itu diserahkan pada pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik Oktober nanti.
“Mengenai PPN itu nanti kami serahkan pemerintahan baru,” ujar Sri Mulyani di kompleks DPR RI, Senin (21/5/2024).
Hitungan pemerintah, kenaikan tarif tersebut akan menambah penerimaan negara dari pajak sekitar Rp70 triliun.
(azr/lav)