Sejumlah saham konsumen non primer yang menjadi pendorong pelemahan IHSG ialah, PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN) yang drop 12,1%, saham PT Tempo Inti Media Tbk (TMPO) yang terkoreksi 9,74% dan saham PT MNC Land Tbk (KPIG) ambles 5,49%.
Adapun saham perindustrian juga jadi pendorong pelemahan IHSG, saham PT Sarana Mitra Luas Tbk (SMIL) drop 11,4% dan saham PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) juga terjebak di zona merah dengan penurunan 5,01%. Serta saham PT United Tractors Tbk (UNTR) drop 1,78%.
Saham-saham unggulan LQ45 juga bergerak pada teritori negatif dan menyeret IHSG di zona merah antara lain, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) terjatuh 3,58%, saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR) ambles 1,64%. Saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) drop 1,52%, dan saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Corp Tbk (INKP) turun 1,46%.
Kinerja Bursa Asia siang hari ini bergerak melemah. Indeks Nikkei 225 melemah 1,59%, indeks Hang Seng Hong Kong drop 1,46%, indeks Shanghai terdepresiasi 1,01%, indeks Kospi minus 0,86%, dan indeks Strait Times Singapore menguat 0,40%.
Bursa regional kompak tertekan di saat para investor kembali memfokuskan perhatian pada data-data terbaru Ekonomi China. Adapun data memperlihatkan Ekspor di Agustus tumbuh dengan laju tercepat sejak Maret 2023, memberi indikasi Perusahaan manufaktur memproses permintaan dengan lebih cepat menjelang penerapan Bea Masuk (Tariff) dari beberapa negara mitra dagang utama.
“Sementata itu, impor tumbuh lebih lambat dari ekspektasi di tengah lemahnya permintaan dari dalam negeri,” ,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Surplus Neraca Perdagangan China melonjak tajam menjadi US$91 miliar di Agustus dari sebelumnya US$67,8 miliar pada periode yang sama tahun lalu dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang dengan surplus US$83,9 miliar karena Ekspor tumbuh lebih cepat dari Impor.
Ekspor tumbuh 8,7% merupakan laju tercepat sejak Maret 2023, ke level tertinggi dalam 23 bulan dan lebih tinggi dari ramalan pertumbuhan 6,5% dan pertumbuhan 7,0% di Juli.
Sementara itu, impor hanya ada kenaikan 0,5% melambat dari lompatan 7,2% di Juli yang juga merupakan pertumbuhan tertinggi dalam tiga bulan dan lebih rendah dari estimasi pasar, 2,0% akibat rapuhnya permintaan dalam negeri.
Data Neraca Perdagangan ini memperkuat rilis data Inflasi (Consumer Price Index/CPI) kemarin yang memberi sinyal masih lemahnya permintaan dalam negeri ditambah lagi dengan deflasi berkepanjangan di tingkat produsen sehingga membangkitkan desakan terhadap Pemerintah China untuk meluncurkan paket stimulus ekonomi lebih lanjut demi menopang pertumbuhan ekonomi.
(fad/hps)