Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan terdapat sesuatu hal yang salah dari kebijakan fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dengan industri hulu migas.

Tanpa mengelaborasi secara spesifik kebijakan fiskal yang dimaksud, Luhut mengeklaim aturan fiskal untuk industri migas menyebabkan Indonesia hanya mendapatkan investasi yang sedikit dalam sektor tersebut.

“Saya sampaikan ke Menteri Keuangan [Sri Mulyani], ada yang salah dengan kalian, 30 tahun tanpa investasi, mungkin ada yang salah dengan kebijakan. Kita harus ganti atau perbaiki kebijakan, harmonisasi peraturan,” ujar Luhut dalam agenda Supply Chain & National Capacity Summit 2024, di JCC, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).

Sekadar catatan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan realisasi investasi hulu migas semester I-2024 adalah US$5,6 miliar.

Angka ini di jauh di bawah target semester I-2024 US$7,43 miliar. Target investasi hulu migas pada 2024 adalah US$17,7 miliar dan outlook-nya adalah US$15,7 miliar.

Sementara itu, kalangan pengusaha migas di Tanah Air menilai minimnya investasi baru di sektor migas di Indonesia bukan semata-mata terjadi karena rezim fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam kaitan itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan setidaknya terdapat dua alasan yang membuat Indonesia tidak dilirik oleh perusahaan migas, meski memiliki potensi yang besar.

Pertama, kemudahan dalam hal perizinan dan pembebasan lahan. Moshe mengatakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di Indonesia harus mengurus izin dan pembebasan lahan, di mana menurutnya, hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah salah satunya melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

“Itu tidak perlu harus ada perubahan regulasi, undang-undang, karena sebenarnya sudah ada. Kenapa? Karena aset dari awal, lapangan migas sudah milik pemerintah. Jadi memang secara naturalnya dan secara perundang-undang memang sudah kewajibannya pemerintah untuk pengurusan izin dan pengurusan pembebasan lahan,” ujar Moshe kepada Bloomberg Technoz, belum lama ini.

Kedua, masalah ego sektoral antarkementerian. Hal ini terjadi karena masing-masing kementerian memiliki key performance indicator (KPI).

(dov/wdh)

No more pages