Terlebih, kata Bahlil, saat tergabung ke dalam anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), lifting minyak Indonesia mampu sekitar 1,6 juta barel per hari atau barrel oil per day (BOPD), sementara konsumsi 700.000 BOPD.
Namun, lifting minyak Indonesia justru turun menjadi 600.000 BOPD dengan konsumsi 1,6 juta BOPD yang menyebabkan impor mencapai 900.000 hingga 1 juta BOPD.
Dengan demikian, Indonesia menggunakan 3 pendekatan untuk meningkatkan lifting minyak, a.l. eksplorasi terhadap potensi sumur-sumur minyak baru, optimalisasi sumur-sumur minyak yang ada dan mengidentifikasi untuk mengoptimalkan potensi sumur-sumur idle yang masih produktif.
Dalam sebuah kesempatan, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan terdapat potensi C3C4 sebesar 5% dari total hasil produksi Geng North sebesar 1.000 million standard cubic feet per day (MSCCFD).
Sebelumnya, mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan PT Pertamina (Persero) melalui PT Badak LNG berpotensi untuk meningkatkan kapasitas produksi LPG menjadi sebesar 400.000 ton/tahun.
Adapun, penambahan kapasitas itu bisa terjadi bila temuan gas jumbo Geng North mulai berproduksi pada 2027 dan diproses di kilang atau train milik PT Badak LNG.
Dengan demikian, Indonesia berpotensi melakukan penghematan terhadap impor LPG sebesar Rp3,48 triliun/tahun, dengan asumsi harga LPG US$550/ton dan asumsi kurs saat ini.
“Tambahan [produksi LPG jadi] 400.000 ton/tahun. Iya [bisa mengurangi impor], dikalikan saja 400.000 ton/tahun [dikali harga gas] US$550,” ujar Arifin saat ditemui di kantor Badak LNG, di Bontang, Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024).
(dov/wdh)