“Kan kita sendiri lihat bahwasannya dampak negatifnya sudah mulai dirasakan anak-anak ada yang mau obesitas, karena bagaimanapun juga seperti yang saya bilang tadi itu kan kita mengacu lagi kepada fungsi cukai itu seperti apa membatasi agar dampak negatif yang ditimbulkan itu tidak besar,” tutur Wahyu di Kompleks DPR RI, Selasa (10/9/2024).
Tarif cukai MBDK sebesar 2,5%, kata Wahyu, merupakan besaran yang cukup kecil karena dirinya pribadi menginginkan agar tarif cukai tersebut ditetapkan minimal 10%.
Namun, yang terpenting menurutnya adalah bagaimana semangat untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Sehingga persentase atau besaran tarif cukai MBDK yang dipatok sebesar 2,5% tidak terlalu dipermasalahkan.
“Jadi kita melihat itu semangatnya dulu bukan pada persentasenya gitu loh, jadi kita tuh melihat bahwasannya semangatnya kita ingin mengurangi konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan,” ucapnya.
Sebagai informasi, dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025 menegaskan kembali pengenaan tarif cukai terhadap MBDK. Namun, pengenaan tarif cukai pada barang plastik tak tercantum dalam dokumen itu.
“Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025,” sebagaimana tertulis dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025.
Dijelaskan bahwa pengenaan cukai terhadap MBDK dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula hingga pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk reformulasi produk MBDK yang rendah gula.
“Sehingga akhirnya diharapkan dapat mengurangi eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat,” tulis dokumen tersebut.
(azr/lav)