Bloomberg Technoz, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono membeberkan enam strategi penerimaan perpajakan tahun 2025 yang dipatok dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.
Pertama, penguatan sistem perpajakan canggih atau coretax system yang akan segera diimplementasikan pada akhir 2024. Untuk Pemberlakuan sistem baru ini disiapkan anggaran Rp549,39 miliar untuk penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pengangkatan dan pelatihan, penguatan IT, perbaikan proses bisnis, dan penguatan regulasi.
“Seiring meningkatnya target penerimaan pajak yaitu menjadi Rp2189,3 triliun tadi, kami telah menyusun strategi dan rencana aksi untuk mencapai target tersebut,” kata Thomas saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (9/9/2024).
Kedua, kolaborasi di bidang penerimaan negara yang efektif, dengan cara optimalisasi kegiatan dan peningkatan kerja sama perpajakan internasional. Ketiga, penguatan organisasi dan sumber daya manusia.
Keempat, perbaikan proses bisnis seperti peningkatan pengawasan atas wajib pajak strategis. Perbaikan proses bisnis tersebut terdiri atas perbaikan proses bisnis inti, prioritas pengawasan atas wajib pajak strategis, dan penguatan aktivitas pengawasan pajak dan penegakan hukum.
Kelima, penguatan IT dan data juga perlu dilakukan untuk dapat mencapai penerimaan perpajakan sebesar Rp2.189,3 triliun.
“Dan yang terakhir (keenam) yaitu penguatan regulasi di bidang ekonomi, penerimaan dan kemudahan investasi,” ujar Tommy.
Sebagai informasi, Pemerintah menargetkan perolehan pajak dalam RAPBN 2025 dipatok sebesar Rp2.189,3 triliun, naik Rp267,4 triliun atau 13,92% dibanding perkiraan realisasi APBN 2024 yang sebesar Rp1.921,9 triliun.
Mengutip Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dijelaskan bahwa penerimaan pajak pada tahun depan diperkirakan mencapai Rp2.189,3 triliun. Angka ini, telah mempertimbangkan proyeksi kinerja ekonomi dan keberlanjutan reformasi pajak.
“Reformasi Perpajakan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Melalui UU HPP (Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan), pemerintah berupaya mewujudkan sistem perpajakan yang tidak menciptakan distorsi yang berlebihan pada perekonomian,” tulis Kemenkeu dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
(azr/roy)