Bank Indonesia memperkirakan, kinerja penjualan eceran pada kuartal III-2024 akan lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya. Indeks Penjualan Eceran pada kuartal ini diperkirakan tumbuh 5,1% yoy, dari sebesar 0,7% pada kuartal II-2024.
"Peningkatan kinerja penjualan eceran terjadi pada kelompok sandang, makanan dan minuman serta tembakau masing-masing diprakirakan tumbuh 4,7% dan 7,1% pada kuartal III-2024," jelas Bank Indonesia.
Tantangan penjualan ritel akan kembali datang pada kuartal akhir tahun ini. Pada September, kinerja penjualan ritel diperkirakan kembali lesu, ternormalisasi pasca Agustusan yang secara historis memang lebih tinggi. Dua tahun terakhir, kinerja penjualan ritel selalu terkontraksi tiap September secara bulanan dan melambat secara tahunan.
Selain perayaan Natal dan Tahun Baru yang biasanya banyak mendorong masyarakat pergi liburan, kuartal IV memang cenderung minim daya ungkit lain.
Para peritel sudah memafhumi hal tersebut terindikasi dari prediksi kinerja penjualan ritel tiga bulan ke depan, yaitu pada Oktober yang mencatat penurunan Indeks Ekspektasi Penjualan menjadi 139,7 dari tadinya 140,5.
Kinerja penjualan ritel juga kembali lesu pada Januari, dengan indeks melemah dari 165 menjadi 153,1. Namun, kelesuan kinerja saat Januari itu menjadi fenomena musiman setelah pada Desember penjualan ritel diprakirakan melesat terungkit libur Nataru.
Inflasi Membayangi
Yang menarik, meski kinerja penjualan ritel tiga bulan ke depan diperkirakan kembali lesu, akan tetapi tekanan inflasi harga diprediksi meningkat lagi.
Hasil survei mencatat, Indeks Ekspektasi Harga Umum pada Oktober naik menjadi 141,3 dari tadinya 134,5. Sementara ekspektasi harga pada Januari juga naik dari 161 menjadi 166,7.
"Tekanan inflasi yang diprakirakan meningkat sejalan dengan pola historis dalam tiga tahun terakhir," kata BI.
Indonesia mencatat deflasi dalam empat bulan terakhir yaitu sejak Mei hingga Agustus lalu, menjadi periode deflasi terpanjang sejak era krisis moneter tahun 1998.
Deflasi yang terjadi beruntun itu memicu dugaan adanya tekanan daya beli masyarakat, akibat kemerosotan aktivitas manufaktur yang telah memicu gelombang PHK semakin besar.
Sementara pemerintah menyebut, deflasi yang kembali terjadi lebih karena suplai barang yang melimpah seiring masuknya periode panen beberapa komoditas kelompok volatile food seperti bawang merah juga tomat dan cabai.
(rui)