“Jadi komoditasnya [BPDPKS] kan saat ini sawit, tetapi ada tambahan kelapa sama kakao, dua itu, itu dulu masuk nah nanti termasuk hilirisasinya, budidayanya supaya berkembang baik. Kalau sudah mungkin nanti berkembang ke depannya, termasuk bisa dikembangkan menjadi SAF,” ujarnya.
Namun, Edi mengatakan implementasi bakal dilakukan secara bertahap, yang dimulai dari kajian atau riset dasar, pengembangan skala laboratorium, pilot plan dan komersialisasi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam paparannya menjelaskan Indonesia sudah memiliki peta jalan atau roadmap bahan bakar nabati (BBN), salah satunya adalah bioavtur, yakni sebesar 1% pada 2027–2029, meningkat menjadi 2,5% pada 2030–2034, dan menjadi 5% pada 2035.
“Bioavtur sudah mengikuti roadmap yang juga diterbitkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi [Kemenko Marves] itu [mulai] 2027,” ujar Eniya.
CEO AirAsia Tony Fernandes mengatakan kewajiban penggunaan SAF 1% bakal meningkatkan beban biaya hingga sekitar 86%.
“AirAsia menempatkan 1% [SAF], tetapi sebenarnya tidak berdampak banyak dalam hal dekarbonisasi. Itu meningkatkan biaya sekitar 86%,” ujar Tony dalam agenda Indonesia International Sustainability Forum, Kamis (5/9/2024).
Tony menggarisbawahi sektor penerbangan selalu disorot ihwal isu keberlanjutan, dengan demikian wacana bioavtur kian masif dibicarakan.
(dov/roy)