Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Para pemodal asing mulai banyak mengalihkan dana mereka dari instrumen tenor pendek, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), menuju pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN), seiring peningkatan ekspektasi pemangkasan bunga acuan yang diperkirakan akan dimulai bulan ini.

Pekan lalu, selama periode transaksi 2-5 September, nonresiden menjual SRBI dengan nilai penjualan bersih mencapai Rp7,38 triliun. Ini menjadi nilai penjualan terbesar SRBI oleh pemodal asing yang sampai akhir Juli lalu, masih menguasai 27% instrumen moneter itu di pasar sekunder. Pada saat yang sama, asing memborong SBN dan saham masing-masing senilai Rp2,65 triliun dan Rp2,24 triliun.

Aksi asing yang mulai banyak melepas SRBI itu mungkin dipicu juga oleh penurunan bunga diskonto instrumen tersebut. Dalam lelang rutin seminggu sekali pada Jumat lalu, bunga diskonto SRBI tenor terpanjang, 12 bulan, makin turun ke level 7,15%. Sementara permintaan investor dalam lelang juga makin kecil di kisaran Rp18,06 triliun. 

Dengan ekspektasi pemangkasan bunga acuan Amerika Serikat (AS) pada bulan ini antara 25-50 bps, ada ruang lebih luas bagi Bank Indonesia untuk menempuh hal yang sama.

Sebagian analis memperkirakan BI akan mendahului The Fed melakukan pivot kebijakan, mengingat jadwal keputusan sama-sama dilakukan 18 September waktu setempat, yang berarti BI berkesempatan mendahului dalam rentang waktu kurang dari 24 jam dibandingkan bank sentral AS itu.

Bank Indonesia diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan segera setelah pivot kebijakan The Fed bulan ini (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bunga acuan yang turun akan memicu kenaikan harga obligasi ke depan. Masuk ke SBN ketika harga saat ini masih terdiskon akan menjadi hal yang menguntungkan. Investor berkesempatan masuk mengunci yield yang menarik, terutama untuk tenor lebih panjang ketimbang SRBI.

Sejak diperkenalkan pada tahun lalu, BI telah menjual SRBI sedikitnya Rp860,28 triliun sampai akhir Juli. Pemodal asing menguasai SRBI sekitar Rp235,99 triliun, setara dengan 27,4% dari total outstanding

Selama semester II-2024 saja sampai data setelmen 5 September lalu, asing telah membukukan posisi beli bersih Rp56,57 triliun di SRBI.

Masih merupakan pembelian terbesar bila dibandingkan nilai belanja asing di saham dan SBN pada periode yang sama, masing-masing Rp28,46 triliun dan Rp45,11 triliun.

Menyerbu SBN

Ekspektasi yang makin menguat akan penurunan bunga The Fed bulan ini, telah mengikis yield Treasury, surat utang AS.

Bahkan Treasury tenor 2 tahun yang lebih sensitif terhadap kebijakan bunga acuan, sudah ambles imbal hasilnya dari 5% pada April lalu menjadi 3,67% saat ini. 

Sedangkan tenor 10Y, saat ini sudah di level 3,71%. Penurunan yield Treasury itu menjadikan selisih imbal hasil investasi AS dengan Indonesia makin lebar menjadi 290 bps saat ini.

Selisih imbal hasil yang makin atraktif di tengah pergerakan rupiah yang lebih stabil dan cenderung menguat, membuat asing sulit mengabaikan peluang di SBN.

Investor asing meningkatkan belanja di pasar saham serta SBN, beralih dari SRBI (Dok Bloomberg)

Selama Agustus, modal asing telah memborong SBN senilai Rp38,7 triliun, nilai belanja bulanan terbesar sejak Januari 2023 silam.

Sementara itu, di pasar saham, asing belanja senilai Rp11,2 triliun sepanjang bulan lalu, yang terbesar setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Kajian terakhir yang dilansir oleh Bloomberg Intelligence pekan lalu juga menyimpulkan, selain tingkat kupon yang relatif tinggi, SBN bertenor kurang dari lima tahun memiliki potensi return berdasarkan durasi, bila Bank Indonesia mengekor The Fed dan mulai memangkas bunga acuan pada kuartal IV-2024.

"Kurva obligasi pemerintah RI cenderung meningkat [bull steepen] terutama didorong penurunan suku bunga dalam jangka pendek, jelang pivot pertama dan hal itu akan berlangsung hingga siklus pelonggaran hampir berakhir," kata Chief Asia FX and Rates Strategist Bloomberg Intelligence Stephen Chiu.

Namun, investor tetap perlu mencermati apakah disiplin fiskal di bawah pemerintahan baru mulai Oktober nanti akan dipertahankan.

Sebelumnya beberapa fund manager global menilai, surat utang RI menjadi aset menarik di tengah volatilitas pasar yang diprediksi akan meningkat tajam bulan ini.

Salah satu fund manager besar dunia AS, BlackRock, yang mengelola dana puluhan triliun dolar AS, sudah bersiap memanfaatkan volatilitas pasar yang terjadi pada September untuk memborong aset di pasar negara berkembang, terutama surat utang alias obligasi.

Surat utang terbitan Filipina dan Indonesia, menjadi favorit perusahaan pengelola aset ini terutama untuk tenor menengah dan panjang, seiring dengan ruang yang makin luas bagi bank sentral di dua negara itu untuk melonggarkan kebijakan moneternya. 

"Ini adalah masa keemasan, golden age, bagi aset-aset fixed income di Asia khususnya di emerging market-nya. Saya pikir akan menjadi hal yang tepat untuk menambah sedikit lagi durasi jika terjadi volatilitas," kata Neeraj Seth, Head of Asian Fixed Income BlackRock di Singapura.

Lelang sukuk hari ini

Hari ini, pemerintah akan menggelar lelang sukuk negara rutin (SBSN) dengan target penjualan Rp8 triliun. Berkaca dari lelang surat utang konvensional (SUN) pekan lalu, ada peluang animo asing di pasar perdana sukuk hari ini masih cukup stabil.

Lelang sebelumnya membukukan incoming bids sebesar Rp23,88 triliun, naik 32% dibanding lelang sukuk sebelumnya.

Pasar masih kuat menyakini The Fed akan memangkas bunga acuan bulan ini meski mungkin kecepatannya masih menjadi pertanyaan apakah akan langsung 50 bps atau 25 bps. Lelang sukuk akan menjadi kesempatan bagi investor mendapatkan yield lebih baik.

Lelang akan menawarkan lima seri PBS reopening dan dua seri SPNS (tenor pendek) new issuance. Seperti lelang sukuk sebelumnya, seri tenor pendek PBS032 yang jatuh tempo pada 2026 mungkin masih akan jadi incaran utama para peserta lelang. Begitu juga seri PBS030 (htm. 2028) dan PBS038 (htm. 204).

(rui)

No more pages