Logo Bloomberg Technoz

"Karena secara psikologis, selama tren kenaikan belum ada tanda yang jelas untuk berbalik arah, maka potensi ke 8000 bisa terjadi," ujar dia.

Pada jumat saat mengakhiri perdagangan Indeks di pasar Bursa Efek Indonesia (BEI)  menembus level 7.754,47 meski pada Senin (9/9/2024)  kembali melemah 0,25% dan 19,1 poin.

Namun pasar saham Indonesia telah menikmati kenaikan kapitalisasi pasar Rp103 triliun (0,78%) dalam sepekan terakhir, per Jumat lalu sehingga sempat menorehkan angka Rp13.217 triliun, meski nilai perdagangan harian turun 70% kembali ke level Rp10,69 triliun.

Sukarno  kembali mewaspadai ada kemungkinan sentimen geopolitik yang kembali memanas, termasuk data-data ekonomi domestik dan potensi pelemhan daya beli juga ekonomi. Variabel tersebut bisa membatalkan rekor bullish IHSG tersebut.

"Karena seperti yang kita ketahui, dalam tiga bulan terakhir kita mengalami deflasi. Data Indeks Manufacturing kita juga dalam zona kontraksi."

'September Suram'

Head of Research Ciptadana Sekuritas Arief Budiman turut mewanti-wanti risiko di balik pergerakan indeks belakangan ini. Arief sejatinya memiliki target IHSG di level 7.750 setelah indeks sebelumnya berkali-kali mencetak rekor tertinggi dalam sejarah . Namun, target 7.750 itu baru saja terlewati. 

Dia menggarisbawahi jika pergerakan IHSG tidak pernah mulus selama September. "Selama sepuluh tahun terakhir, IHSG hanya naik tiga kali di bulan September dan tujuh kali turun, dengan rata-rata penurunan 1,85%," ujar Arief dalam risetnya.

Baca Juga: Bitcoin dan September Kurang Bersahabat

Jika dirata-ratakan IHSG memang tercatat melemah dan merah 1,62% selama perdagangan saham di September, menurut data yang dikumpulkan Arief.

Secara historis, berdasarkan data Bloomberg, pada September 2020 menggambarkan IHSG tertekan amat dalam ambles mencapai 7,03%, sekaligus menjadikan tren negatif secara beruntun dalam 3 tahun perdagangan.

Pelemahan terdalam selanjutnya terjadi pada September 2015 hingga 6,34%.  Pada September 2019 IHSG juga mencatatkan  kontraksi 2,52%. Tekanan kembali terjadi medio September 2022 yang sentuh 1,92%.

Arief mengatakan bahwa terdapat sejumlah sentimen yang bisa memicu volatilitas IHSG. Hal tersebut perlu dicermati  bulan ini.

Pertama, indeks sudah menunjukkan volatilitasnya sejak awal tahun. Tidak menutup kemungkinan, volatilitas akan berlanjut.

Kedua, rapat The Fed 18 September nanti menghasilkan keputusan pemangkasan suku bunga acuan. Ekspektasi ini juga yang mendorong penguatan rupiah cukup signifikan terhadap dolar AS.

"Namun, kita tetap harus waspada di paruh kedua bulan ini, karena bursa saham kemungkinan mengalami tekanan jual usai pengumuman pemangkasan suku bunga acuan The Fed," jelas Arief.

"Terutama, jika data penting perekonomian AS menunjukkan adanya perlambatan ekonomi yang signifikan."

"Kita harus terus waspada mengantisipasi risiko koreksi dan sentimen negatif yang dapat menyebabkan volatilitas," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Inarno Djajadi dalam konferensi pers pekan lalu, yang turut merespons peluang pergerakan IHSG ke level 8.000.

(wep)

No more pages