“Bahwa sebenarnya peserta pensiun itu bisa menerima bulanan, tetap menerima bulanan, tapi tidak boleh dicairkan pokoknya. Nah itu yang kita harapkan bahwa itu baru bisa dicairkan selama 10 tahun. Tapi setiap bulan para pensiunan masih menerima manfaat pensiunnya,” lanjutnya.
Meski demikian, Ogi menyatakan jika manfaat pensiun tersebut telah ditarik sebesar 20% dan dana pensiun yang tersisa sekitar Rp500 juta atau lebih kecil dari Rp1,6 juta per bulan, maka dana tersebut dapat dicairkan sekaligus.
Ogi menegaskan program pensiun berbeda dengan tabungan hari tua atau jaminan hari tua (JHT) yang berada di BPJS Ketenagakerjaan, dalam program ini pekerja yang pensiun, maka dapat mencairkan dananya secara tunai.
Sementara program Jaminan Pensiun (JP) yang dimiliki BPJS TK juga memiliki prinsip yang sama dengan program anuitas, yakni dana pensiun tidak bisa dicairkan sekaligus namun diterima oleh pensiunan setiap bulannya.
“Jadi itu penjelasan dari kami, dan kami atur dalam POJK 27-2023 tentang penyelenggaraan usaha dana pensiun, dan juga terkait dengan POJK 8-2024 yang terkait dengan kontrak asuransi dan distribusi untuk asuransi,” kata Ogi.
Sebagai informasi, dalam penjelasan Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8 tahun 2024 menyebutkan bahwa perusahaan asuransi tidak boleh menyediakan asuransi anuitas untuk program dana pensiun yang menawarkan penebusan polis kurang dari jangka waktu manfaat 10 tahun.
“Penyelenggaraan anuitas asuransi jiwa atau anuitas asuransi jiwa syariah untuk program dana pensiun oleh Perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi jiwa syariah wajib dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan dana pensiun,” tulis Pasal 10 beleid itu.
(azr/lav)