"Kita justru berharap ekonomi ini bisa recovery dahulu terutama setelah pilkada keadaan muncul kepastian, kemudian Oktober kabinet terbentuk. Kita berharap [hal ini] membawa optimisme baru setelah itu mungkin kita bisa melanjutkan pembicaraan, tetapi kalau saat ini sih menurut kita enggak tepat secara waktu," tegasnya.
Seperti diketahui, para pekerja Indonesia kini tengah ramai membicarakan rencana pemerintah untuk kembali memotong gaji karyawan demi mendanai program dana pensiun baru. Menurut sebagian kalangan, padahal, rencana ini membebani masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang tak pasti.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan UU No. 4/2023 tentangn Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), tepatnya Pasal 189 mengamanatkan penguatan untuk harmonisasi program pensiun.
"Jadi sebagaimana diketahui bahwa manfaat pensiun bagi warga negara baik itu dari ASN (aparatur sipil negara), TNI/Polri, dan pekerja formal itu relatif sangat kecil. Sebagaimana diatur dalam pasal 189, pemerintah akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun untuk peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum," kata Ogi dalam keterangan tertulis, Senin (9/9/2024).
Berdasarkan data OJK, menurutnya, manfaat pensiun yang diterima oleh para pensiunan relatif kecil, yakni sekitar 10%—15% dari penghasilan terakhir yang diterima saat aktif bekerja.
Sementara itu, menurut standar ideal dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) untuk upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum, yaitu 40% dari penghasilan terakhir yang diterima saat aktif bekerja.
Jadi, lanjut dia, dalam UU PPSK diatur bagaimana program pensiun yang bersifat wajib itu dilakukan mencakup program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.
"Ini yang merupakan sistem jaminan sosial nasional yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan, PT Taspen, dan Asabri. Ini sudah berjalan," kata dia.
Namun, dia mengatakan, Pasal 189 ayat 4 UU PPSK mengamanatkan pemerintah dapat memiliki program pensiun yang bersifat tambahan dan wajib dengan kriteria tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). "Di UU PPSK ini ketentuannya harus mendapatkan persetujuan DPR," kata dia.
Kendati demikian, dia mengaku belum mengetahui kriteria pekerja yang wajib membayar iuran dana pensiun tersebut. Dalam hal ini, OJK hanya berperan sebagai pengawas pelaksanaan program tersebut.
"Isu terkait dengan ketentuan batasan mana yang dikenakan untuk pendapatan berapa yang kena wajib itu belum ada. karena PP belum diterbitkan dan OJK kapasitasnya sebagai pengawas untuk melakukan program pensiun yang diamanatkan UU PPSK," tutur dia.
Dengan demikian, OJK masih menunggu pemerintah menentukan kebijakan melalui penerbitan PP terkait program pensiun tersebut.
(prc/wdh)