Logo Bloomberg Technoz

Indeks Keyakinan Konsumen kelompok pengeluaran tersebut turun 4 poin ke level terendah tahun ini. Penurunan keyakinan kelompok ini terutama karena kondisi penghasilan yang dinilai lebih buruk, ditambah ketersediaan lapangan kerja yang dianggap makin sempit saat ini. 

Kelompok ini pada akhirnya mengurangi belanja barang-barang tahan lama (durable goods), yang menjadi salah satu indikator kekuatan daya beli. 

Kelompok Pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta Indeks Perubahan
Indeks Keyakinan Konsumen 121,4 -4,0
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 110,2 -4,5
Indeks Ekspektasi Konsumen 132,5 -3,6
Indeks Penghasilan Saat Ini 119,8 -1,6
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja 103,5 -7,2
Indeks Pembelian Barang Tahan Lama 107,1 -5,0
Indeks Ekspektasi Penghasilan 139,7 -2,2
Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 130,7 -5,3
Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha 127,3 -3,1

Sumber: Bank Indonesia

Kondisi ekonomi saat ini yang dinilai lebih buruk, akhirnya mengikis pula tingkat ekspektasi konsumen kelas itu terhadap perekonomian ke depan.

Indeks Ekspektasi konsumen dengan pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta itu turun sebanyak 3,6 bps. Penurunan terutama karena anjloknya ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang turun 5,3 bps dan ekspektasi kegiatan usaha yang juga menurun hingga 3,1 bps.

Kelas atas paling optimistis

Hasil survei konsumen terbaru ini juga memperlihatkan gejala menarik yang dicatat oleh kelompok konsumen dengan pengeluaran terbesar, di atas Rp5 juta.

Kelompok konsumen ini keluar sebagai yang paling meningkat optimismenya dan paling positif persepsinya baik terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi ekonomi ke depan.

Pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Barat, Minggu (14/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Konsumen dengan pengeluaran di atas Rp5 juta, mencatat kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen terbesar yaitu hingga 10 poin pada Agustus ke level tertinggi sejak Oktober 2023.

Peningkatan keyakinan konsumen berpengeluaran terbesar itu terutama didukung oleh persepsi yang membaik terhadap kondisi ekonomi saat ini, naik 9,7 poin, ditambah ekspektasi yang meningkat akan kondisi ekonomi ke depan dengan kenaikan indeks hingga 10,3 poin bulan lalu.

Konsumen berkocek paling tebal ini menilai, kondisi penghasilan saat ini jauh membaik dibanding enam bulan lalu. Terindikasi dari kenaikan Indeks Penghasilan Saat Ini hingga 9,6 poin. Sementara itu, mereka juga menilai lapangan kerja saat ini terbuka luas. 

Animo terhadap pembelian barang tahan lama juga meningkat di konsumen strata teratas ini dengan Indeks Durable Goods naik sampai double digit, mencapai 10,4 poin.

Kondisi ekonomi yang dinilai lebih baik saat ini dibanding enam bulan lalu, akhirnya mengerek ekspektasi perekonomian ke depan konsumen kelompok ini, didorong kenaikan indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang naik 6,7 poin dan indeks ekspektasi kegiatan usaha yang naik tinggi hingga 16,6 poin.

Sumbangan konsumsi

Optimisme yang meningkat di kalangan konsumen kelas atas menjadi kabar baik bagi para pebisnis. Ada potensi animo konsumsi yang masih besar di kelompok konsumen kelas atas akan membantu menolong kinerja penjualan yang setahun terakhir cenderung tertekan.

Hasil survei penjualan eceran terakhir yang dilansir Bank Indonesia bulan lalu mencatat, kinerja penjualan ritel pada September diprediksi menurun setelah pada Agustus diperkirakan masih meningkat terbantu perayaan momen HUT RI ke-79.

Meski ada optimisme yang disumbang kelas konsumen teratas, penting untuk dicatat bahwa sumbangan konsumsi kelas menengah sejauh ini masih mendominasi.

Kelas menengah di Indonesia, seperti dilansir oleh Badan Pusat Statistik, menyumbang konsumsi sebanyak 38,28% dari total pengeluaran rumah tangga di Indonesia. Sedangkan calon kelas menengah menyumbang 43,21% konsumsi nasional.

Bila ditotal, kelompok tengah ini menyumbang 81.5% total konsumsi nasional. Dengan demikian, bila terjadi tekanan atau guncangan pada kelompok ini, atau situasi yang membuat kelas ini enggan berbelanja, dampaknya akan besar bagi perekonomian keseluruhan.

BPS menyebut, jumlah penduduk yang termasuk kategori kelas menengah di Indonesia makin turun yaitu dari sebanyak 57,33 juta orang pada 2019, menjadi tinggal 47,85 juta orang pada 2024. Sedikitnya 9,5 juta orang terdegradasi dari kelas menengah, turun jadi kelas 'menuju kelas menengah'. 

Pandemi Covid-19 terindikasi memperburuk penurunan kesejahteraan itu dengan indikasi 5,98 juta orang Indonesia turun kelas selama periode 2021-2024.

Kini, proporsi kelas menengah di Indonesia tinggal 17,13% dari total populasi RI, sedangkan kelompok 'calon kelas menengah' makin banyak, mencapai 137,5 juta orang atau 49,22% dari total populasi.

"Bahwa memang kami identifikasi masih ada scarring effect dari pandemi terhadap ketahanan kelas menengah," kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti. 

Apa penyebab penurunan daya beli kelas menengah ini? Kelesuan sektor manufaktur di Indonesia yang telah berlangsung lebih dari satu dasawarsa terakhir adalah salah satu sebab utama.

"Performa sektor manufaktur yang terus menurun kita lihat sebagai pangkal masalah mengapa daya beli masyarakat ikut menurun. Kemampuan industri manufaktur menyerap tenaga kerja turun, produktivitas turun sehingga tingkat upah ikut turun. Hal itu yang membuat kelas menengah yang bekerja di sektor tersebut jadi tidak produktif bahkan sebagian sudah berpindah ke sektor informal," kata Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky.

Pembagian kelas konsumsi, kelas menengah, di Indonesia (Dok. LPEM UI)

(rui/hps)

No more pages