Ketiga, meningkatkan penelusuran informasi terkait debitur dan obligor dengan nilai kewajiban besar dan terafiliasi. Serta, pelatihan peningkatan kemampuan pemetaan aset dengan bekerja sama bersama pemerintah Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, Suahasil mengatakan bahwa per 5 September 2024 total aset yang disita dari obligor pada kasus BLBI mencapai Rp38,88 triliun.
Capaian tersebut terdiri atas PNBP ke kas negara Rp1,84 triliun, Sita atau penyerahan barang jaminan Rp18,13 triliun. Ketiga, penguasaan aset properti Rp9,21 triliun. Keempat, Penetapan Status Penggunaan (PSP) dan hibah Rp5,93 triliun, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) non tunai Rp3,77 triliun.
“Ini berbagai macam kegiatan telah dilakukan; inventarisasi dokumen aset, pemanggilan debitur, pengelolaan barang jaminan yang dioptimalkan dengan pemblokiran, penyitaan dan lelang, [serta] penetapan PP No 28 tahun 2022 seabgai payung hukum pembatasan keperdataan,” ucap Suahasil.
Sebagai tambahan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa aset Rp110,45 triliun di kasus BLBI merupakan jumlah total tagih negara kepada para obligor.
Ia menjelaskan, BLBI merupakan konsekuensi atas krisis keuangan yang menimpa Indonesia pada 1997-1998. Kala itu, negara harus melakukan penalangan (ball out) terhadap krisis yang terjadi.
“Sebuah angka yang sangat besar dan ditindaklanjuti dengan dibentuknya Satgas BLBI yang dibentuk Presiden Jokowi melalui Keppres No. 6 Tahun 2021 jo. Keppres No 30 Tahun 2023 sebagai bentuk upaya memastikan pengembalian hak tagih negara,” tulis Sri Mulyani dalam akun Instagramnya, dikutip Minggu (7/7/2024).
(azr/lav)