Logo Bloomberg Technoz

Kedua, Levita menjelaskan, aturan teranyar juga menekankan penggunaan bahan-bahan dari produk lokal, yaitu 80% dan 20%.

Pasal 26 PP No. 35/2024 memang menjelaskan pemberi waralaba, pemberi waralaba lanjutan, mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa.

Selain itu, penerima waralaba dan penerima waralaba lanjutan harus bekerja sama dengan pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah di daerah setempat sebagai pemasok barang dan/atau jasa.

Ketiga, laporan kegiatan secara tahunan yang harus dilakukan semua pihak, baik pemberi waralaba dan penerima waralaba.

“Harusnya cukup laporan dari franchisor saja karena semua pendapatan franchisee bisa dilihat pada laporan franchisor, di mana setiap bulan franchisee memberikan laporan kepada franchisor,” ujarnya.

Pasal 28 ayat 1 mewajibkan pemberi waralaba berasal dari dalam negeri, pemberi waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri, pemberi waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri, dan penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha waralaba kepada menteri melalui sistem OSS.

Sementara itu, penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri, penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri, dan penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha waralaba kepada kepala dinas yang membidangi perdagangan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Kabupaten/Kota Setempat, Atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara melalui sistem OSS.

“Laporan disampaikan setiap tahun paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.”

Laporan kegiatan usaha meliputi:

  1. Jumlah penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan. 
  2. Jumlah gerai.
  3. Laporan keuangan yang memuat neraca laba rugi.
  4. Omzet.
  5. Jumlah imbalan.
  6. Keterangan mengenai pengolahan bahan baku di Indonesia.
  7. Keterangan mengenai pengelolaan bahan baku di Indonesia.
  8. Jumlah tenaga kerja.
  9. Status pelindungan kekayaan intelektual.
  10. Bentuk dukungan yang berkesinambungan kepada penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan.

Keempat, logo. Menurut Levita, penggunaan logo tersebut penting karena menjadi salah satu upaya menciptakan merek dagang (branding) milik waralaba.

“[Lalu], agar logonya tidak dipakai oleh orang lain,” ujarnya.

Melalui beleid teranyar, pemerintah mewajibkan penyelenggara waralaba menggunakan logo waralaba, di mana logo tersebut dipasang atau diletakkan pada tempat yang terbuka dan mudah terlihat.

“Logo waralaba diberikan oleh menteri kepada penyelenggara waralaba yang telah memiliki STPW [Surat Tanda Pendaftaran Waralaba],” tulis Pasal 22 beleid tersebut.

Pemerintah akan mengenakan sanksi administratif kepada penyelenggara waralaba yang tidak memasang logo sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi administratif berupa teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha, dan/atau pencabutan STPW dikenakan secara bertahap.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini menerbitkan aturan terbaru mengenai waralaba atau franchise dalam PP No. 35/2024 tentang Waralaba yang berlaku pada 2 September 2024.

Beleid tersebut menjelaskan bahwa perkembangan kegiatan usaha waralaba di Indonesia bersifat dinamis, sehingga diperlukan adanya regulasi yang dapat mewujudkan keadilan berusaha serta meningkatkan kepastian hukum dan kemitraan usaha antara pemberi waralaba dengan pelaku usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah (UMKM).

Dengan adanya PP No. 35/2024 ini, maka PP No. 42/2007 tentang Waralaba dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(dov/wdh)

No more pages