"Yang pasti, Waskita masuk ke HK itu sudah, PP [Peraturan Pemerintah]-nya sedang proses." ujar Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat ditemui di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Jika sudah bergabung nantinya Waskita tidak akan lagi mengambil proyek jalan tol, sebagai antisipasi perusahaan yang terus didera kerugian dalam proyek jalan bebas hambatan tersebut.
Meski begitu, dia memastikan emiten konstruksi pelat merah tersebut akan tetap menyelesaikan sejumlah proyek tol yang saat ini masih dalam proses pembangunan, meliputi ruas Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi), penambahan ruas di Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), dan Cibitung-Cimanggis (CCT).
Sementara itu, Tiko, sapaan akrabnya, untuk dua klaster lain masih dalam tahap proses penggagasan dan kajian lebih lanjut.
Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengatakan, perusahaan juga kini tengah melakukan sejumlah persiapan terkait dengan rencana merger tersebut.
"Saat ini WIKA sedang melakukan segala kesiapan sistem internal, lalu memastikan kesiapan organisasi dan sebagainya," ujar Mahendra, akhir Agustus lalu.
Mahendra tak membeberkan secara detil ihwal skema penggabungan usaha kedua perusahaan konstruksi pelat merah tersebut. Namun, dia memastikan perusahaan akan tetap mengikuti segala bentuk keputusan pemerintah.
Dia juga belum memastikan apakah penggabungan tersebut akan berimbas pada pengurangan jumlah karyawan kedua perusahaan. "Intinya on progres kita sedang siapkan. Kita tunggu, arahannya seperti apa ya kita ikuti," ujar dia.
Akan Terbebani IKN
Salah satu peninggalan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama selama periode 2014-2019, adalah pembangunan infratruktur. Hal ini sejatinya bagus untuk pertumbuhan ekonomi.
"Masalahnya adalah, kapasitas fiskal yang terbatas untuk mendanai proyek nasional. Kondisi ini kian buruk imbas masih maraknya korupsi, baik di level BUMN hingga pejabat publik, yang menyebabkan pembengkakan biaya [proyek]," jelas Analais Algo Research Alvin Baramuli.
Terbatasnya fiskal memaksa BUMN Karya mau tidak mau menggunakan kas internal terlebih dahulu untuk mendanai proyek. Kas internal ini bukan hanya dari cash on hand yang dimiliki, tapi juga instrumen lain seperti pinjaman atau obligasi.
Imbasnya, rata-rata rasio utang bersih terhadap ekuitas atau net debt to equity ratio (DER) BUMN karya lompat dari semula hanya di kisaran 0,7 kali di 2017 menjadi 2,2 kali di kuartal dua tahun ini.
Jika diperinci lebih lanjut, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memiliki DER paling besar, yakni 6,3 kali, disusul oleh PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang sebesar 1,8 kali.
PT PP Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) memiliki DER masing-masing sebesar 0,8 kali.
Sekarang, isu bergeser ke proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Keputusan Kementerian BUMN untuk mengkonsolidasi perusahaan konstruksi dapat menjadi tanda bahwa mereka pada akhirnya perlu meningkatkan [kembali] leverage mereka menggunakan neraca yang lebih besar untuk mendanai IKN."
Kelompok lain yang memiliki kapasitas untuk mendukung IKN adalah bank-bank BUMN, seperti pada tahun 2014-2019 di mana mereka meningkatkan pinjaman untuk memfasilitasi program infrastruktur.
Namun, ketidakmampuan membayar dan keterlambatan proyek menyebabkan memburuknya kualitas aset dan meningkatnya kredit bermasalah, yang pada akhirnya memberatkan laba bank.
Sejak saat itu, bank BUMN menghindari sektor konstruksi dan fokus pada kualitas kredit di segmen konsumen dan korporasi. Namun dengan kebutuhan anggaran BUMN sebesar Rp123 triliun, tidak menutup kemungkinan pada akhirnya mereka perlu menyalurkan pinjaman untuk proyek infrastruktur lagi.
(wep)