Di Tanah Air, kata Nyoman, penurunan tren IPO tidak berhubungan dengan adanya pengetatan proses oleh otoritas bursa karena pihaknya masih merancang penyesuaian yang akan dilakukan BEI.
"Apakah karena kemarin ada yang menyalahi kode etik? Secara global terjadi penurunan yang relatif terasa, terutama di Asia Pasifik," tutur Nyoman.
Nyoman menambahkan, penurunan tren IPO itu tidak serta merta mengubah target pencatatan instrumen hingga akhir tahun ini. Dia menyebut target pencatatan instrumen BEI sampai akhir tahun sebanyak 340 efek dengan mencakup perusahaan tercatat, obligasi, KIK-EBA, ETF, dan lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BEI Iman Rachman memperkirakan aksi IPO baru akan semarak lagi pada kuartal-IV 2024. Hal ini karena calon perusahaan tercatat banyak yang lebih memilih menggunakan buku Desember atau Juni.
"Pengamatan saya, banyak yang pakai Desember atau buku Juni, jadi ramainya kuartal IV. Itu jadi kenapa alasan, IPO tidak akan sebanyak di kuartal IV dan semester I," sebut Iman.
Hingga 5 September 2024, terdapat 34 perusahaan yang telah mencatatkan sahamnya di BEI. Tak hanya itu, masih ada 25 perusahaan lainnya yang berada dalam pipeline IPO.
Adapun total dana yang telah dihimpun sampai saat ini mencapai Rp5,2 triliun, meskipun jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, jika dibandingkan dengan bursa lainnya di kawasan ASEAN, pertumbuhan jumlah perusahaan baru yang tercatat di BEI masih menjadi yang tertinggi sepanjang 2024.
“BEl secara konsisten mencatatkan jumlah pertumbuhan perusahaan tercatat tertinggi di kawasan ASEAN sejak 2018,” imbuh Iman.
(mfd/frg)