Gejolak pasar seperti yang disampaikan CLSA sejalan dengan pernyataan Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI. Periode 2022 adalah tahun yang brutal, jika meminjam istilah Sri Mulyani. Pasarnya lebih dari Rp 30 triliun kapitalisasi global lenyap tahun lalu.
“Investor global bukan create value tapi losing value,” kata Sri Mulyani baru-baru ini. Di 2023 pemerintah sendiri optimis di tengah situasi bursa saham global. Salah satu mewujudkan optimisme tersebut dengan melaksanakan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Ini suatu tugas yang tidak mudah namun harus dilakukan. Ini juga merupakan tugas untuk menggapai potensi capital market yang begitu sangat besar di Indonesia,” terang Sri Mulyani.
Sementara Schroders Indonesia dalam paparan outlook pasar saham 2023 menjelaskan, Indonesia masih berada di koridor pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang disumbang dari pulihnya laba perusahaan dan harga komoditas masih ada di level tinggi.
Pasar saham Indonesia juga masih jadi yang terfavorit di mata investor asing dengan realisasi return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 4,1% pada tahun lalu. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) juga terjaga di level 5,7% di kuartal III-2022 (YoY).
Valuasi saham di Indonesia juga masih terbilang menarik. Price Earning (PE) pasar saham Indonesia di angka 15-16 kali, bandingkan dengan pasar AS untuk acuan global, dan India sebagai acuan regional dengan PE jauh di atas 20 kali.
Dari sisi jumlah investor, pasar saham Indonesia juga terus bertumbuh. Terutama didorong oleh investor muda, pelaku pasar di saham Indonesia naik dari 1,1 juta pada 2017 kini mencapai 7,4 juta investor. Presiden Joko Widodo pun menaruh harapan atas kenaikan jumlah investor ini.
“Investor-investor retail ini banyak dari anak-anak muda, milenial, gen Z. Semuanya masuk (jadi investor pasar modal). Kita harapkan ini akan terus membesar dan akan memberikan dorongan kepada pertumbuhan ekonomi negara kita,” kata Jokowi.
Pasar saham Indonesia tahun ini masih akan bertumbuh, meskipun menurut perkiraan Schroders Indonesia angkanya tidak sebaik 2022. "Tingkat pertumbuhan market earnings diharapkan menjadi satu digit rendah pada tahun 2023. Namun, jika kita mengeluarkan sektor komoditas, pertumbuhan pendapatan masih akan menjadi dua digit di pertengahan belasan,” tulis Schroders dalam Outlook Pasar Saham 2023: A Diamond In The Rough.
Meski demikian pasar saham tahun ini bukan tanpa tantangan. Risiko inflasi masih jadi perhatian. Dengan inflasi lebih tinggi tentu berdampak pada tekanan terhadap daya beli. Tantangan lain adalah ancaman penurunan harga komoditas di 2023 bisa menggoyang pasar saham dan mata uang rupiah.
Selanjutnya adalah China. Suka tidak suka faktor makro dari negara besar China membawa risiko pasar saham. Saat investor global menganggap China kembali menarik sebagai tujuan investasi, maka bursa saham lokal akan berdampak.
Pemulihan ekonomi AS dan sejumlah rencana kebijakan The Fed yang memungkinkan uang kembali lagi ke AS, juga harus menjadi perhatian. Terakhir Indonesia yang memasuki tahun pemilu dan pilpres, yang tetap berisiko mengubah percaturan politik di masa mendatang.
(wep)