Ia juga menuturkan beberapa tantangan struktural bagi industri dana pensiun untuk menguatkan tiga pilar dana pensiun tersebut. Pertama, tingkat literasi dan inklusi dana pensiun yang terbilang rendah.
Kedua, perbandingan antara program pensiun dengan jumlah penduduk bekerja di Indonesia juga tergolong rendah. Terlebih struktur ketenagakerjaan Indonesia didominasi tenaga kerja informal, yakni berada di sekitar 60% dari total jumlah penduduk bekerja.
“Terdapat tantangan berupa akses dan spesifikasi program pensiun yang belum sepenuhnya kompatibel dengan karakteristik pekerja informal,” kata Ogi.
Untuk diketahui, pada pasal 189 ayat 4 UU P2SK, ditegaskan bahwa selain program jaminan hari tua dan jaminan pensiun, pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib.
“Pemerintah dapat melaksanakan Program Pensiun tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu dalam rangka mengharmonisasikan seluruh Program Pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),” bunyi Pasal 189 beleid itu.
Program dana pensiun yang bersifat wajib tersebut akan mencakup program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun yang merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional.
Nantinya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator akan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait untuk membahas dan mengharmonisasi aturan dana pensiun wajib tersebut.
Ketentuan lebih lanjut atas program pensiun wajib tersebut akan diatur dalam aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP), namun perlu mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu.
(azr/lav)