Dengan upaya pemodal global yang beramai-ramai melakukan konsolidasi untuk mengantisipasi pengumuman tingkat bunga acuan Amerika awal Mei nanti, tekanan juga masih akan dialami oleh nilai tukar rupiah. Penguatan dolar AS akan membuat rupiah kehilangan daya hari dengan prediksi pergerakan di kisaran Rp 14.800 - Rp 14.900 per dolar AS.
Asing serbu pasar saham
Nilai tukar rupiah berpeluang menguat dalam tiga hingga empat bulan ke depan dari posisi saat ini ke kisaran Rp 14.000/US$, menurut prediksi bank investasi asal Inggris Natwest Market. Malayan Banking Bhd juga memprediksi nilai tukar rupiah akan merambat naik ke zona Rp 14.200/US$.
Penguatan rupiah masih disokong terutama oleh besarnya animo asing menyerbu aset-aset pasar keuangan domestik, terutama di pasar surat utang alias obligasi. Aset rupiah menjadi buruan menyusul keberhasilan Bank Indonesia menjinakkan inflasi dengan tingkat inflasi inti di level 2,94% pada Maret lalu. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) diperkirakan akan melandai di kisaran target bank sentral 2%-4% pada September nanti. Terakhir, level inflasi IHK masih di posisi 4,97% pada Maret lalu.
Bank Indonesia melaporkan, selama 2023 hingga data setelmen 13 April lalu, pemodal asing mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp61,7 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan beli neto di pasar saham sebesar Rp7,3 triliun. Total pembelian asing di dua instrumen paper investment itu mencapai Rp69 triliun selama 2023.
Per 14 April, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp823,53 triliun, berkurang Rp 360 miliar dari posisi hari sebelumnya yang menjadi level tertinggi foreign ownership sejak 9 Mei 2022. Di pasar saham, sampai Senin kemarin, pemodal asing terus mencatatkan net buy lima hari berturut-turut dengan total beli bersih saham Rp 5,55 triliun.
(rui)