Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengestimasikan produksi CPO tahun ini akan stagnan atau bahkan 5% lebih rendah dari realisasi tahun lalu.
Indonesia memproduksi 54,84 juta ton CPO pada 2023, setelah tiga tahun mengalami penurunan produksi. Gapki memperkirakan produksi tahun ini sebesar 52 juta hingga 53 juta ton.
Amerika Serikat (AS) juga memperkirakan cadangan CPO global bergerak ke level terendah dalam tiga tahun, lantaran Malaysia juga menghadapi masalah produksi akibat pohon-pohon sawit yang menua dan isu defisit tenaga kerja.
Sekitar sepertiga wilayah penghasil minyak kelapa sawit utama di Indonesia mengalami curah hujan yang lebih rendah dari biasanya pada Juli, termasuk Sumatra dan sebagian Kalimantan, kata Sekretaris Jenderal Gapki M. Hadi Sugeng, dikutip Bloomberg News.
Perlu diingat, Indonesia adalah produsen CPO nomor 1 dunia. Saat pasokan dari produsen terbesar turun, maka akan sangat mempengaruhi pembentukan harga.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), CPO masih bertahan di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 56,02. RSI di atas 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI berada di 60,48. Menghuni area beli (long).
Oleh karena itu, harga CPO masih berpeluang naik. Cermati pivot point di MYR 3.997/ton. Sebab andai tertembus, maka harga CPO bisa naik menuju MYR 4.007-4.016/ton.
Sedangkan target support terdekat ada di MYR 3.907/ton. Penembusan di titik ini bisa membawa harga CPO turun lagi ke arah MYR 3.878/ton.
(wep)