“Ini hanya masalah mencapai skala ekonomi yang benar-benar ada. Saat ini, kami berada di sekitar Rp800 triliun. Jauh lebih baik dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Namun, seperti yang saya katakan, masih dalam kisaran 7%,” tutur Romy.
Menurut Romy, pertumbuhan tersebut banyak didorong dari sisi penawaran karena pemerintah banyak membantu dengan memfasilitasi permianan yang setara di lapangan.
“Yang kita butuhkan selanjutnya adalah bagaimana menciptakan kesadaran tersebut, bagaimana menarik sisi permintaan agar benar-benar mendorong pertumbuhan,” ucap Romy.
Dalam kesempatan yang sama, CEO HSBC Amanah Malaysia Raja Amir Shah Raja Azwa mengatakan, per Desember 2022, delapan negara teratas yang menjadi asal keuangan syariah didominasi negara anggota Gulf Cooperation Council (GCC). Namun Indonesia dan Malaysia hanya menyumbang sekitar 18%.
Malaysia berada di peringkat ke-3 sementara Indonesia di peringkat ke-7. Malaysia memiliki sekitar 15% pangsa pasar global, sementara Indonesia memiliki sekitar 3,3% pangsa pasar global.
“Sistem perbankan di Malaysia sudah menyentuh 45% aset syariah, sementara di Indonesia, kita mendengar sudah menyentuh angka 7% bahkan beberapa data menunjukkan 8%,” ujar dia.
Menurut Raja Amir, berbagai insentif yang dilakukan khususnya jika Indonesia fokus dengan menyasar demografi anak muda dengan populasi muslim terbesar, dan melek digital Indonesia akan mendapatkan peluang di Asia Pasifik.
“87% dari populasi mengidentifikasi diri sebagai muslim, dan 65% dari saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia patuh syariah, populasi yang muda, melek digital, dan sadar agama, saya yakin peluang di Indonesia dan Asia Pasifik secara keseluruhan sangat besar,” tutur Raja Amir.
(wep)