Uni Emirat Arab (UEA), Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Arab Saudi membentuk kelompok yang dikenal sebagai Quad, yang mencoba mengembalikan elemen pemerintahan sipil Sudan setelah kudeta. Konflik ini mengancam kegagalan rencana kesepakatan pembagian kekuasaan dan pemilihan umum yang demokratis.
Sementara UEA dan Arab Saudi telah melobi kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran, kedua negara menjalin hubungan dekat dengan kepala RSF Mohamed Hamdan Dagalo setelah ia mengirim pasukan untuk berperang di Yaman, di mana kedua negara itu juga aktif.
Ada juga peran komersial utama yang dimainkan UEA: Pada bulan Desember, sebuah konsorsium Emirat menandatangani perjanjian awal senilai US$6 miliar dengan pemerintah Sudan untuk membangun pelabuhan baru dan infrastruktur lainnya di pantai Laut Merah.
Etiopia dan Mesir
Pembangunan bendungan raksasa oleh Ethiopia di anak sungai Nil telah menimbulkan kemarahan Mesir dan Sudan, yang mengandalkan sungai itu untuk sumber air. Kekacauan di Sudan dapat memperumit pembicaraan untuk menyelesaikan masalah itu. Ketidakstabilan di Sudan dapat membuat Mesir – yang merupakan pendukung kuat tentara Sudan – kehilangan sekutu kunci untuk menentang proyek tersebut.
Rusia
Pemerintah Rusia telah berusaha untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Sudan dan negara-negara Afrika lainnya di saat kekuatan Barat berusaha untuk mengisolasinya karena invasi ke Ukraina. Tahun lalu, Dagalo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan pemerintah mereka sepakat untuk mempererat hubungan di bidang pertanian, pertambangan, manufaktur, minyak dan gas.
Wagner Group, kontraktor militer swasta yang terhubung dengan Kremlin, memiliki kepentingan dalam industri pertambangan emas di Sudan. Rusia juga melobi Sudan untuk mengamankan pangkalan militer di Laut Merah. Rusia belum menentukan apakah akan memihak dalam konflik terbaru ini.
China
China adalah salah satu investor asing terbesar di Sudan, yang mempertahankan hubungan dengan pemerintahan diktator Omar al-Bashir dan penguasa militer saat ini bahkan ketika negara-negara Barat memberlakukan sanksi dan memblokir bantuan.
Perusahaan China National Petroleum Corp milik negara memiliki aset minyak di Sudan, termasuk saham utama di kilang utama di Khartoum, ibukota Sudan, dan a kepemilikan di jalur pipa minyak yang mengirim minyak mentar dari Sudan Selatan. Ada risiko bahwa itu dapat dirusak atau dinasionalisasi, menurut Bloomberg Intelligence. China mendukung program pemulihan jaringan kereta api Sudan senilai US$640 juta, dengan CRRC Ziyang Co. yang memasok negara itu dengan gerbong kereta barang.
Chad dan Afrika Tengah
Tetangga Sudan berpotensi memainkan peran dalam konflik jika terus berlanjut dan meningkat, terutama di wilayah Darfur barat di mana dilaporkan adanya bentrokan. Presiden Afrika Tengah Faustin-Archange Touadéra dekat dengan Dagalo — dengan pasukan mereka bekerja sama dengan tentara bayaran Wagner Group untuk berperang melawan kelompok pemberontak anti-pemerintah di timur laut Afrika Tengah. Sementara pemimpin Chad Mahamat Déby dipandang sebagai sekutu Abdel Fattah al-Burhan, yang mengepalai tentara Sudan.
--Dengan asistensi Jeremy Diamond.
(bbn)