Logo Bloomberg Technoz

Terakhir, kata Rosan, merupakan AS dengan proporsi investasi energi terbarukan sebesar 15% dari proporsi investasi EBT global.

“Amerika Latin, Afrika, dan Asia, tidak termasuk Cina, hanya mewakili 18% dari total penambahan meskipun mewakili lebih dari dua pertiga populasi global,” ucap Rosan.

Menurut dia, negara berkembang seperti Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk beralih ke energi terbarukan.

Hambatan tersebut utamanya disebabkan oleh infrastruktur yang tidak memadai, kebutuhan investasi awal yang besar, hingga hambatan dalam memperoleh pembiayaan untuk sektor EBT.

“Pada tahun 2022, biaya modal untuk pekerjaan di negara-negara berpenghasilan rendah adalah 6,5% lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi. Biaya modal cenderung lebih tinggi di negara-negara berkembang karena kekhawatiran tentang aturan hukum, fluktuasi mata uang, dan konvertibilitas,” pungkasnya.

Sebelum itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta negara maju untuk menggencarkan investasi dan pendanaan murah untuk negara berkembang guna mempercepat penanganan dampak perubahan iklim.

Jokowi menyebut berbagai usaha penanganan perubahan iklim tidak akan maksimal jika tidak mendapat dukungan dari negara maju atas pendanaan serta selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas.

“Semua itu tidak akan memberi dampak signifikan bagi percepatan penanganan dampak perubahan iklim selama negara maju tidak berani berinvestasi, selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas dan selama pendanaan tidak diberikan dalam skema yang meringankan negara berkembang," papar Jokowi saat membuka Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Kamis (5/9/2024).

(azr/lav)

No more pages