Logo Bloomberg Technoz

Pengamat pasar modal yang juga Guru Besar Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya Lukas Setya Atmaja juga mengkritik langkah BEI yang memilih untuk menutupi pihak yang terlibat dalam skandal gratifikasi IPO.

BEI memang telah memecat oknum yang terlibat dalam skandal tersebut. Namun, menurut Lukas, pemecatan saja tidak cukup.

"Hanya dipecat? Pengutil di supermarket saja dipolisikan, [tapi] yang menyuap aman-aman saja," tulis Lukas dalam sebuah postingannya di Instagram.

Investor membutuhkan informasi emiten yang saat proses pra-IPO -nya  saja sudah tidak amanah dan melanggar hukum. Perlu diingat, suap adalah tindakan pidana korupsi. 

"Bukannya mendapat sanksi, emiten penyuap malah tidak diungkap jatidirinya. Bukankah akan menjadi preseden buruk? Bagaimana tata kelola otoritas bursa?"

Pipeline IPO Turun

Di tengah skandal gratifikasi IPO,  pipeline aksi penghimpunan dana itu mendadak berkurang. Penurunan pipeline ini terjadi di tengah skandal gratifikasi IPO yang melibatkan sejumlah oknum.

Sejak awal tahun hingga akhir Agustus 2024, BEI mencatat terdapat 23 calon emiten yang kini berada dalam antrean IPO. Angka itu berkurang lims dari catatan BEI pada awal Agustus lalu yang menyatakan terdapat 28 pipeline IPO.

"Penyebabnya ada yang merupakan keputusan internal perusahaan untuk menunda, maupun yang berdasarkan evaluasi Bursa belum dapat memberikan persetujuan," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, Kamis (5/9/2024).

Nyoman membantah jika berkurangnya pipeline IPO ada kaitannya dengan skandal gratifikasi.

"Semua proses evaluasi dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan yg berlaku, tidak ada kaitannya dengan isu lain," tegas Nyoman.


  

(ibn/dhf)

No more pages