Pernyataan beberapa pejabat The Fed juga memperkuat keyakinan pasar bahwa bunga acuan harus segera dipangkas agar ekonomi terbesar di dunia itu bisa digiring softlanding, alias tak terjatuh dalam resesi.
Makin besar keyakinan akan pivot The Fed, membuka keran dana asing kembali ke pasar negara berkembang. Dolar AS kehilangan pamor. Yield Treasury, surat utang AS, yang makin turun, membawa lagi selisih imbal hasil investasi dengan Indonesia makin lebar.
Dana asing mulai berjejalan masuk memburu Surat Berharga Negara (SBN) juga saham di pasar domestik. Selama Agustus, modal asing memborong SBN senilai Rp38,7 triliun, nilai belanja bulanan terbesar sejak Januari 2023 silam.
Sementara itu, ke pasar saham, asing belanja senilai Rp11,2 triliun sepanjang bulan lalu, yang terbesar setidaknya dalam lima tahun terakhir. Bila tren ini berlanjut, rupiah bisa semakin mulus menuju level terkuat tahun lalu di kisaran di bawah Rp15.400/US$.
Kajian yang dilansir oleh Bloomberg Intelligence hari ini menilai, peluang bagi rupiah untuk melanjutkan kinerja penguatan di sisa tahun ini memang terbuka, terutama dipicu oleh perubahan kebijakan moneter global dan domestik nanti.
Hanya saja, ada beberapa hal yang mungkin akan membuat peluang penguatan rupiah ke depan masih bisa terjegal.
Pertama, normalisasi harga komoditas global yang telah memicu pelebaran defisit transaksi berjalan.
"Ekspor minyak sawit mentah [CPO] dan batu bara mungkin hanya akan memberi dukungan terbatas pada neraca transaksi berjalan dan rupiah dalam jangka pendek hingga menengah, seiring risiko penurunan harga komoditas tersebut," kata dua analis dari Bloomberg Intelligence, Chief Asia FX and Rates Strategist Stephen Chiu dan Senior Associate Analyst Chunyu Zhang.
Dua komoditas itu merupakan komoditi ekspor utama RI di mana sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2-3% pada 2023. Kenaikan harga komoditas dalam dua tahun terakhir telah mendukung neraca dagang RI. Namun, normalisasi harga bisa memicu risiko negatif terhadap neraca dagang ke depan.
Kedua, kekhawatiran akan disiplin fiskal di bawah pemerintahan baru yang akan dilantik pada Oktober nanti.
Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan sempat menyatakan berniat menaikkan rasio utang menjadi 50% dari PDB dibanding posisi saat ini di 39%. Berbagai program andalan kala kampanye yang memakan biaya besar, dinilai bisa membebani keuangan negara.
"Investor mungkin akan menunggu dan mengamati sampai program pembiayaan lebih jelas dirilis untuk memulihkan disiplin fiskal negara. Itu bisa membatasi aliran modal masuk ke perekonomian dan menahan penguatan rupiah," kata analis.
Bila faktor-faktor penjegal tereliminasi, arus masuk modal asing bisa semakin banyak mengingat saat ini posisi asing belum juga kembali ke level prapandemi. Bila asing kembali dalam nilai lebih besar, bukan tidak mungkin penguatan rupiah akan lebih banyak lagi.
Sinyal BI
Analisis Bloomberg Intelligence memperlihatkan, dalam jangka pendek, rupiah spot menghadapi resistance kuat di level Rp15.751/US$ dan teknikal support di Rp15.301/US$, seperti terlihat dari level Fibonacci.
Pelemahan dolar AS yang makin meluas karena ekspektasi penurunan bunga The Fed bisa membuat pamornya makin turun.
Namun, dengan berbagai ketidakpastian yang masih tersisa di pasar global ditambah isu geopolitik, rupiah dinilai masih memiliki potensi untuk tergerus melampaui Rp16.000/US$ lagi.
Gubernur BI Perry Warjiyo pada April pernah menyatakan, rupiah dalam jangka panjang berpotensi menguat di mana pada kuartal III-2024, mata uang diperkirakan ada di rata-rata Rp16.000/US$ dan pada kuartal akhir tahun ini akan beranjak ke Rp15.800/US$.
Prediksi itu sudah terlampaui dengan hari ini rupiah spot sempat menyentuh Rp15.399/US$, nyaris menyentuh level penutupan tahun lalu di Rp15.397/US$.
Bila menghitung selama September saja, rupiah mencatat penguatan 0,26%, ketiga terbesar setelah dong Vietnam dan baht Thailand. Sedangkan selama kuartal III-2024, rupiah telah mencatat penguatan 5,86% quarter-to-date, menjadi valuta terkuat urutan keiga setelah ringgit dan baht.
Sepanjang tahun ini, rupiah mencatat penurunan tipis 0,12%, sebagian terhapus pada bulan lalu. Rupiah pernah merosot hingga 6% pada April-Juli yang membuatnya menjadi salah satu valuta terburuk di Asia.
(rui/wdh)