Data lowongan kerja, yang dikenal sebagai JOLTS opening, angkanya lebih rendah dari perkiraan hingga menyentuh level terendah sejak 2021. Data itu seolah menguatkan dugaan pelemahan ekonomi AS berjalan lebih cepat setelah sebelumnya data manufaktur juga mencatat kontraksi lima bulan beruntun.
Laporan terakhir itu menjadi 'menu pembuka' sebelum akhirnya pasar akan mendapati rilis data pasar tenaga kerja, termasuk tingkat pengangguran pada Agustus yang akan menjadi laporan terakhir sebelum FOMC pada 18 September nanti.
“Pasar mungkin tidak segugup sebulan yang lalu, tetapi mereka masih mencari konfirmasi bahwa ekonomi tidak terlalu lesu,” kata Chris Larkin di E*Trade dari Morgan Stanley.
Pada bagian lain, aktivitas ekonomi di sebagian besar wilayah AS dalam beberapa pekan terakhir dilaporkan stagnan bahkan menurun, menurut hasil survei Beige Book regional yang dilakukan oleh The Fed.
Tingkat ketenagakerjaan pada umumnya datar hingga sedikit naik, menurut laporan yang dirilis pada Rabu (4/9/2024). Meskipun laporan PHK jarang terjadi, beberapa perusahaan mencatat pemotongan shift dan jam kerja, membiarkan posisi yang diiklankan tidak terisi atau mengurangi jumlah karyawan melalui gesekan.
"Pengusaha lebih selektif dalam mempekerjakan karyawan dan kecil kemungkinannya untuk menambah jumlah karyawan, dengan alasan kekhawatiran akan permintaan dan prospek ekonomi yang tidak menentu," kata laporan tersebut.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi menguat di kisaran sempit menuju level resistance terdekat di Rp15.430/US$ dan Rp15.410/US$, serta Rp15.400/US$ sebagai level optimis penguatan rupiah dengan time frame daily.
Adapun nilai rupiah memiliki level support psikologis pada Rp15.500/US$ dan Rp15.550/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya kembali kepada level Rp15.580/US$ dalam jangka menengah.
(rui)