Presiden Sri Lanka yang belum genap enam bulan dilantik, Ranil Wickremesinghe, telah melakukan pertemuan secara virtual dengan pimpinan Bank Exim beberapa waktu lalu. Ranil juga bertemu dengan perwakilan otoritas China pada Rabu (18/1/2023). Ditambah melakukan diskusi terkait hal ini dengan Jepang minggu lalu.
Pemerintah Sri Lanka menargetkan kesepakatan degnan IMF akan terjadi pada kuartal I tahun ini. “Saya yakin Paris Club juga akan memberikan bantuannya,” kata Semasinghe.
Sementara itu, Paris Club yang terdiri dari kreditur bilateral negara-negara barat, masih menunggu komitmen China sebelum mengumumkan dukungannya ke IMF.
Berdasarkan data, utang luar negeri pemerintahan Sri Lanka telah mencapai sekitar US$ 50 miliar atau sekitar Rp750,17 triliun. US$ 10 miliar atau Rp149,97 triliun dari utang tersebut berasal dari China, Jepang, dan India.
Sejak Sri Lanka mengalami gagal bayar pada Mei 2022, para kreditur terus memastikan jumlah kerugian yang mereka alami dan mempertimbangkan untuk memasukan utang dalam negeri menjadi bagian dari restrukturisasi.
Pemerintah Sri Lanka sendiri dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk memasukan klausul khusus dalam restrukturisasi utangnya. Hal ini dilakukan untuk meredakam keraguan negara-negara kreditur lain bahwa China, sebagai pemegang 52% utang luar negeri Sri Lanka, akan mendapat penawaran yang lebih baik.
Di sisi lain, kreditur swasta memiliki 40% dari utang luar negeri Sri Lanka.
(tar/wep)