"Publik dirugikan, citra otoritas juga rusak," ujar dia.
"BEI sebagai tempat melantai diragukan integritasnya. Kalau hal itu terjadi, harganya sangat mahal."
Apalagi, lanjut dia, saat ini pemerintah dan parlemen terus mendorong otoritas pasar modal untuk memperdalam pasar keuangan melalui aksi korporasi perusahaan.
Hal itu guna memaksimalkan sumber investasi baru, yang diharapkan dapat menggerakkan perekonomian lebih dalam, agar pertumbuhan ekonomi bisa dijaga lebih baik.
"Dari peristiwa ini, OJK dan BEI perlu memeriksa kembali penerapan strategi antifraud, apa masih memadai atau tidak?," tegasnya.
Dugaan skandal gratifikasi diketahui melibatkan sejumlah oknum pegawai otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal itu diketahui dengan beredarnya surat kaleng yang mengungkap praktik gratifikasi terkait pencatatan saham (listing) emiten yang dilakukan oleh karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kasus tersebut kabarnya berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lima oknum karyawan BEI. PHK dilakukan pada Juli-Agustus 2024.
Merespons hal itu, BEI pun mengakui adanya pelanggaran yang terjadi yang telah melibatkan sejumlah oknum pegawai atau karyawannya.
"Telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan PT Bursa Efek Indonesia," ujar Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad dalam siaran resminya, akhir Agustus lalu.
Selain BEI, OJK juga turut merespons kasus tersebut. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menegaskan melarang semua pegawainya terlibat dalam praktik penyuapan, termasuk menerima gratifikasi.
(ain)